Anomali-anomali ini menunjukkan titik kritis dalam demokrasi lokal. Meskipun media sosial dan pemasaran politik meningkatkan keterlibatan pemilih, ketergantungan berlebihan pada taktik ini dapat merusak integritas pemilu. Disinformasi di media sosial, dominasi dinasti politik, dan politik identitas adalah tantangan besar yang perlu diatasi demi demokrasi yang sehat.
Peningkatan regulasi kampanye, edukasi politik, dan pengawasan dana publik sangat penting untuk menciptakan iklim kompetisi yang adil. Langkah-langkah ini dapat membantu Indonesia menuju proses Pilkada yang lebih inklusif, adil, dan berdasarkan meritokrasi.
 * Syahmardi Yacob,  Guru Besar Manajemen Pemasaran, Universitas Jambi
Sumber Rujukan:
- Komisi Pemilihan Umum (KPU), "Laporan Pemilihan Kepala Daerah 2017," Jakarta: KPU, 2018.
- Lembaga Survei Indonesia (LSI), "Survei Pilkada Jawa Barat 2018," Jakarta: LSI, 2018.
- Masyarakat Anti Fitnah Indonesia (MAFINDO), "Laporan Pemantauan Hoaks Pilkada 2017," Jakarta: MAFINDO, 2018.
- Cyrus Network, "Survei Pilkada Sumatera Utara 2018," Jakarta: Cyrus Network, 2018.
- Indikator Politik Indonesia, "Laporan Polarisasi Sosial Pasca-Pilkada 2019," Jakarta: Indikator Politik Indonesia, 2019.
- Transparency International Indonesia, "Laporan Dinasti Politik dalam Pilkada 2020," Jakarta: TII, 2021.
- Badan Pusat Statistik (BPS), "Statistik Kampanye Pilkada 2020," Jakarta: BPS, 2021.
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI