Menurut Atika, karya sastra lahir dari sebuah renungan seorang sastrawan atau pengarang yang ingin mengungkapkan pandangan dunianya. Pengarang berusaha mengungkapkan kehidupan yang dialami olek seseorang atau yang ia alami sendiri. Karya sastra bisa membuat para membaca merasa senang, sedih, terharu, dan terbawa perasaan. Potret kehidupan mengenai persoalan pribadi atau masyarakat disajikan dalam karya sastra. Salah satu karya sastra yang membicarakan persoalan kehiduoan ialah cerpen atau cerita pendek.
Menurut Kosasih, cerpen adalah karangan pendek berbentuk prosa. Cerpen adalah karya sastra populer. Karya sastra ini dikemas dengan ringkas dan pendek. Proses membaca cerpen tidak membutuhkan waktu yang lama. Dari hasil membaca cerpen, banyak hal yang bisa diresapi. Salah satunya adalah nilai-nilai yang berkaitan dengan kehidupan sehari-hari. Pembaca dapat belajar banyak melalui alur cerita yang ada di dalam cerpen.
Sebagai karya imajinatif, cerpen menyajikan berbagai permasalahan dalam kehidupan. Sebagian cerita dalam cerpen bersumber dari kehidupan manusia. Satu dari banyaknya tema yang diangkat dalam menulis karya sastra cerpen tentang kehidupan adalah tentang cinta. Cinta tak pernah habis untuk dibahas. Termasuk dalam karya sastra, cinta selalu menjadi inspirasi dalam karya-karya Sapardi Djoko Damono, Sutardji Calzoum Bachri, W.S Rendra, dan masih banyak lagi. Semenjak masa kerajaan sampai sekarang, cinta selalu menarik untuk dibahas.
Begitu pula dengan cerpen AA. Navis yang banyak mengangkat tema percintaan dalam karyanya. Ali Akbar Navis lahir di Kampung Jawa, Padang, Sumatra Barat pada 17 November 1924. AA. Navis adalah seorang sastrawan terkemuka di Indonesia. Beliau dijuluki sebagai Sang Pencemooh karena tulisannya yang mengandung kritik apa adanya. Beliau sudah mulai menulis sejak tahun 1950. Namun karyanya baru mendapat perhatian setelah lima tahun beliau mulai menulis. Navis banyak menulis karya sastra, diantaranya adalah cerpen dengan judul Anak Kebanggan, Penolong, Perempuan itu Bernama Lara, Robohnya Surau Kami, Bianglala, Jodoh, Bertanya Kerbau Pada Pedati, Hudjan Panas, dan masih banyak lagi. Salah satu karyanya yang fenomenal adalah kumpulan cerpen yang berjudul Robohnya Surau Kami yang dicetak pada tahun 1955. Robohnya Surau Kami juga terpilih menjadi salah satu cerpen terbaik majalah sastra kisah.
Sastrawan kelahiran Padang Panjang pada tahun 1924 ini, dalam karyanya berjudul Penumpang Kelas Tiga yang mengangkat isu cinta segitiga. Karya ini pertama kali terbit pada tahun 2001 di Jakarta. Hal yang menarik dari cerpen ini adalah isu cinta segitiga yang diceritakan oleh tokoh lain. Kisah ini diceritakan dari sudut pandang si Dali yang merupakan teman lama Nuan. Hal tersebut tampak pada kutipan berikut.
"Dalam pada itu pikiran Si Dali Berjalan ke masa lalu yang sudah lama sekali."
"Nuan punya saudara kembar, Nain namanya. Untuk menandai perbedaannya, yang satu tidak segempal yang lain. Kemana-mana selalu bersama."
Selain menceritakan isu cinta segitiga, cerpen Penumpang Kelas Tiga ini kisahnya dilatar belakangi oleh peristiwa Pemerintahan Revolusioner Republik Indonesia (PRRI) dan masa Orde Baru. Hal ini terlihat dalam kutipan berikut.
"Ketika kemelut militer berjangkit dalam bentuk peristiwa PRRI, sekali lagi kesatuan Naim ditugaskan menumpasnya."
Cerpen Penumpang Kelas Tiga ini beralur maju mundur. Pada awalnya diceritakan si Dali bertemu dengan sahabat lamanya, Nuan di kapal kerinci. Setelah bertemu Nuan, si Dali menjadi teringat kisah yang dialami Nuan di masa lalu. Si Dali pun menceritakan kisah temannya ini. Hal tersebut dapat dilihat dari kutipan berikut.
"Si Dali bertemu teman lamanya di kapal kerinci yang berlayar dari padang ke Jakarta, sebagai penumpang kelas tiga."