Mohon tunggu...
Syahla Hamidah
Syahla Hamidah Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa

Pecandu Kucing 🐈

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Tinjauan Hukum Perkawinan Wanita Hamil

21 Februari 2023   19:36 Diperbarui: 21 Februari 2023   19:41 141
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

MENGAPA PERNIKAHAN WANITA HAMIL TERJADI DALAM MASYARAKAT?

Pernikahan merupakan suatu keajaiban sakral yang terjadi ditengah-tengah masyarakat. Pernikahan juga merupakan sebuah jembatan yang menghubungkan tali silaturahmi antara sesama manusia guna melangsungkan garis keturunan yang berkelanjutan dan diharapkan mampu menjadi buah mutiara dalam kehidupan berumah tangga. Seiring dengan perkembangan zaman yang semakin pesat, wanita akan lebih mudah meng-ekspose kecantikannya serta para kaum adam juga akan lebih leluasa mencari calon pasangan hidup yang sesuai dengan kriterianya. Kaum muda kemudian akan terbelenggu dalam jeruji asmara yang menjerumuskan. Melihat dari kasus yang beredar bahwa pernikahan wanita hamil dapat terjadi karena kurangnya perhatian dari lingkup keluarga, tokoh masyarakat maupun kurangnya pengetahuan maupun pendalaman mengenai agama.

Kasus pernikahan yang dilangsungkan karena adanya insiden kehamilan diluar pernikahan memang bukan lagi menjadi rahasia publik. Masyarakat saya yakin sebenarnya gusar dengan maraknya pernikahan yang terjalin karena terpaksa dengan akibat yang ditanggung sebelumnya. Seiring dengan perkembangan zaman yang sudah tergerus dengan modernisasi dan budaya barat yang silih berganti masuk dengan mudahnya, generasi muda di Indonesia akan lebih mudah terpengaruh atau bahkan meniru hal-hal yang baru diterimanya tanpa mempertimbangkan akibat apa yang akan mereka hadapi setelahnya. Berani meniru berarti berani menerima risiko yang telah menanti, begitu mungkin yang seharusnya menjadi pedoman bagi generasi muda pada saat ini. Bukan tidak setuju atau bahkan menentang para pencari referensi, hanya saja penulis berharap dengan adanya coretan seperti ini para pembaca dapat memahami akan pentingnya menyaring informasi dan budaya baru yang sedang didapatnya agar tidak terjadi hal-hal yang tidak diinginkan.
Menindak lanjuti kasus pernikahan yang dilangsungkan karena kehamilan diluar pernikahan, pemerintah nampaknya telah memberikan sebuah peraturan yang mana memuat dari segi kaca mata pemerintahan (nasionalisme) dan juga agama (religius). Sementara itu tentang status pernikahan wanita hamil karena zina dalam Kompilasi Hukum Islam (KHI) yang berlaku di Indonesia sebagai pegangan dasar pengambilan keputusan hakim Pengadilan Agama dijelaskan pada pasal 53 bahwa seorang wanita hamil di luar nikah dapat dikawinkan dengan pria yang menghamilinya (berarti tidak harus dengan lelaki yang menghamilinya). Perkawinan dengan wanita hamil dapat dilangsungkan tanpa menunggu lebih dahulu kelahiran anaknya. Dengan dilangsungkan perkawinan pada saat wanita hamil, tidak diperlukan perkawinan ulang setelah anak yang dikandung lahir.

BEBERAPA FAKTOR YANG MELATARBELAKANGI
Ada beberapa faktor yang melatarbelakangi terjadinya pernikahan dengan wanita yang sedang hamil diluar pernikahan. Penulis meyakini bahwa faktor-faktor penyebabnya ada banyak, akan tetapi secara garis besar faktor tersebut diantaranya :
a.) Menjaga Aib
Kehamilan yang terjadi diluar pernikahan banyak diperspektifkan oleh masyarakat sebagai aib bagi keluarga, apalagi bayi yang akan dilahirkan nantinya tidak memiliki sosok ayah sebagai pelengkap orang tuanya. Oleh karenanya, masyarakat beranggapan bahwa menikahkan wanita yang sedang mengandung alangkah baiknya segera dinikahkan guna melindungi martabat keluarga.

b.) Menjaga Calon Anak
Anak merupakan anugerah yang diberikan oleh sang pencipta kepada para orang tua sebagai salah satu amanah untuk membesarkan serta mendidik dengan baik dan sempurna. Masyarakat pada umumnya berspekulasi bahwa seorang anak akan terawat dengan baik apabila memiliki orang tua yang lengkap. Tidak sedikit juga yang berpendapat bahwa wanita yang sedang hamil anaknya tidak akan memiliki garis keturunan atau nasab dari ayah yang berguna sebagi wali dalam kehidupannya, oleh karenanya wanita tersebut dinikahkan agar kelak anak yang dikandungnya terlahir dengan adanya wali yang sah dalam kehidupannya.
Akan tetapi ada beberapa ulama yang berbeda pendapat mengenai status anak yang terlahir dari rahim seorang ibu yang hamil diluar pernikahan. Seperti Imam Syafi’i yang berpendapat bahwa, jika anak tersebut lahir lebih dari 6 bulan dari akad perkawinan ibu bapaknya maka anak tersebut dinasabkan kepada laki-laki yang mengawini ibunya, Tapi, jika anak itu dilahirkan kurang dari 6 bulan dari akad perkawinan ibu bapaknya maka anak itu dinasabkan hanya kepada ibunya. Adapun landasannya Imam Syafi’i berkenaan dengan batas minimal masa kehamilan selama 6 bulan dasarnya adalah firman Allah swt. dalam QS. Al-Ahqaaf (46): 15 Artinya: “Mengandung dan menyapihnya itu selama tiga pulu bulan.”
Selanjutnya dalam QS. Luqman (31) Artinya: “Dan kami perintahkan kepada manusia (berbuat baik) kepada dua orang ibu bapaknya, ibunya telah mengandungnya dalam keadaan lemah dan bertambah lemah, dan Bersyukurlah kepada-Ku dan kepada dua orang ibu bapakmu, hanya kepada-Ku lah kembalimu.”.
c.) Menjaga Ibu dan Anak
Tidak dipungkiri bahwa dalam ranah keluarga seorang lelaki atau ayah merupakan ornamen tertinggi dalam keluarga. Hal ini membuat masyarakat berspekulasi bahwa kepala rumah tangga adalah sosok yang bertanggung jawab sepenuhnya akan kelangsungan hidup istri maupun anak-anaknya. Oleh karenanya, masyarakat beranggapan bahwa jika ada wanita yang sedang hamil diluar pernikahan maka harus cepat-cepat dinikahkan dengan laki-laki yang menghamilinya agar keberlangsungan hidup ibu dan calon anaknya kelak sudah ada yang bertanggung jawab untuk memenuhi segala kebutuhannya.

PENDAPAT PARA ULAMA
Pertama, Menurut Madzhab Hanafiyyah, pernikahan wanita hamil masih memiliki beberapa perbedaan pendapat di antaranya:
a.) Pernikahan akan sah dengan syarat  pernikahan wanita hamil tersebut harus dengan lelaki yang menghamilinya, dan tidak diperbolehkan berkumpul kecuali setelah melahirkan.
b.) Boleh menikah dengan orang lain dengan catatan wanita tersebut sudah melahirkan.
c.) Boleh menikah asalkan telah melewati waktu haid dan suci, dan apabila ketika sudah menikah maka tidak boleh berkumpul kecuali telah melewati masa istibro'.


Kedua, Menurut pendapat Malikiyah, Pernikahan tersebut tidak sah kecuali dengan wanita tersebut menikah dengan lelaki yang menghamilinya dan harus bertaubat terlebih dahulu.

Ketiga, Menurut pendapat Syafi'iyyah, Pendapat ini lebih fleksibel. Namun bukan berarti melegalkan perzinahan. Imam Syafi'i berkata, “Kalau (satu) orang mencuri buah dari satu pohon, itu haram. Lalu dia beli pohon itu, lalu apakah buahnya tadi masih haram atau sudah halal? Itu sudah halal. Tadinya haram lalu menikah dengan baik-baik maka akan  menjadi halal”. Dalam pendapat syafi'iyyah, wanita yang berzina  tidak memiliki masa iddah, apabila ia menikah, maka nikahnya tetap sah.

Keempat, Menurut Hanbali
(Ulama Hanabilah) berpendapat bahwa menikahi wanita yang sedang hamil Hukumnya tidak sah, maka dari itu tidak boleh di gauli. Pendapat ini mewajibkan adanya iddah pada wanita hamil karena pada hakikatnya kesucian rahim lebih di utamakan.

TINJAUAN HUKUM PERKAWINAN TERHADAP WANITA YANG SEDANG HAMIL

Secara Sosiologis, Hukum Islam dapat diterapkan setiap masa maupun tempat, akibat yang mendasar dapat terlihat dari banyaknya produk hukum Islam yang bermacam-macam. Didalam satu negara memiliki keberanekaragaman sudut pandang. Dalam hal ini yang termaksud adalaha rajam dan dera bagi pelaku zina. Apabila seseorang berzina dan hukuman rajam atau dera tidak terlaksana, disebabkan pelaksaanya berkaitan dengan wewenang negara, maka hukuman takzir akan berlaku dengan sendirinya. Ada sanksi sosial dari lingkungan tempat tinggalnya ( hukum adat yang berlaku), sanksi yang diberikan harus bisa menjmbulkan efek jera  dan menjadi pelajaran bagi yang bersangkutan maupun yang lainnya.

Secara religius, Berdasarkan Kompilasi Hukum Islam (KHI)dan fiqih Islam, wanita yang hamil di luar nikah dapat langsung di nikahkan dengan lelaki yang menghamilinya tanpa harus menunggu wanita tersebut melahirkan. Sedangkan berdasarkan hukum Islam dalam menurut pandangan imam Mazhab terdapat perbedaan. Imam Malik dan Ahmad bin Hambali mengatakan bahwa wanita hamil karena zina tidak di perbolehkan melangsungkan pernikahan  dengan lelaki manapun sampai wanita tersebut melahirkan. Hal tersebut terjadi karena merujuk pada perbedaan dalil-dalil (Al-Qur'an dan Hadis) yang digunakan dalam menafsirkan kasus  pernikahan wanita yang sedang hamil karena zina. KHI menjelaskan pernikahan hamil di luar nikah berdasarkan dalil Al-Qur'an surat An-nur ayat 3, Sedangkan Hukum Islam menggunakan dalil Qur'an surat An-Nisa ayat 11, 12, dan 176 dan  At Talaq ayat 4.  Menurut hukum Islam status hukum pernikahan wanita hamil akibat zina dengan laki-laki yang menghamilinya pun terjadi perbedaan pendapat diantara ke empat mazhab. Mazhab Hanafi dan Syafi'i membolehkan pernikahan wanita hamil akibat zina dengan laki-laki yang menghamilinya. Mazhab Maliki dan Hanbali melarang pernikahan wanita hamil akibat zina dengan laki-laki yang menghamilinya.

Secara Yuridis, Perkawinan wanita yang sedang hamil adalah sah bila sudah memenuhi rukun dan syarat perkawinannya yakni yang telah di atur dalam Kompilasi Hukum Islam dan Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 Tentang Perkawinan. Perkawinan wanita hamil di luar nikah boleh dilakukan, tidak wajib, asalkan dinikahkan dengan lelaki yang menghamilinya maupun orang lain apabila ia bersedia dan menerima nya serta tidak perlu melakukan perkawinan ulang saatanak yang di kandung itu  telah lahir. Pelaksanaan
perkawinan wanita yang sedang hamil harus dinikahkan dengan lelaki yang menghamilinya. Pelaksanaannya sama pada perkawinan padan umumnya, akan tetapi ada unsur “paksaan” yang mengwajibkan
mereka untuk segera dinikahkan sebelum anak yang di kandung lahir jika ada  salah satu pihak yang menolak.

UPAYA UNTUK MEMBANGUN KELUARGA YANG BAHAGIA  
Agar menciptakan keluarga yang tentram, damai sakinah, mawaddah warohmah. Berikut 9 cara untuk mewkekurangan :

 1. Terima kelebihan dan kekurangan pasangan, Tidak ada manusia yang sempurna, baik kita maupun pasangan kita. Alangkah tidak adilnya jika kita hanya menerima sisi positif pasangan dan menolak sisi negatifnya. Menerima kekurangan pasangan kita mengurangi ketegangan yang sering terjadi dalam sebuah pernikahan. Sering-seringlah mengingat kelebihan pasangan agar kita selalu bisa mengobarkan cinta di hati dan meminimalisir pertengkaran.

 2. Memaafkan dan melupakan kesalahan masa lalu pasangan, Tidak ada orang yang selamat dari kesalahan, baik kesalahan kecil maupun besar. Memaafkan dan melupakan kesalahan masa lalu pasangan memang tidak mudah. Namun, jika kita berkomitmen untuk menjaga pernikahan kita, memaafkan dan melupakan kesalahan pasangan kita adalah salah satu cara untuk menciptakan keluarga yang bahagia, sejahtera, dan harmonis.

 3. Ciptakan Komunikasi, Banyak sekali pernikahan yang berakhir hanya karena kita tidak berkomunikasi dengan hangatnya komunikasi. Saat ini, layanan Internet memfasilitasi komunikasi dengan orang yang berbeda, bahkan lebih awal. Karena itu, kita sering lupa berkomunikasi dengan pasangan kita. Tanpa komunikasi, kita mungkin tidak memahami pasangan kita dengan baik. Pada akhirnya, hubungan kami semakin rapuh, bahkan asing satu sama lain. Jadi jika ingin mewujudkan keluarga bahagia, aman dan harmonis, kekang ego, selalu sapa. Sulit pada awalnya tetapi efektif dalam menghubungkan hati. Tanpa komunikasi, kita tidak dapat menyentuh hatinya dan memahami masalah yang mengikatnya. 

4. Minta maaf terlebih dahulu, Merasa berhak dan menyalahkan pasangan adalah cara termudah untuk mengakhiri pernikahan. Kita bisa mengemukakan segala macam alasan untuk membenarkan sikap kita. Tapi tahukah kamu, dia juga punya sejuta alasan untuk mempertahankan egonya. Betapa tidak, jika kita meminta maaf terlebih dahulu, agar kita bisa menciptakan keluarga yang harmonis. Permintaan maaf tidak merendahkan posisi kita di matanya, justru malah memecah kebekuan yang terbentuk tadi.

5. Hindari prasangka, Tuduhan yang tidak berdasar sering menimbulkan perselisihan dalam rumah tangga. Menghindari prasangka buruk terhadap pasangan membuat kita santai dalam menjalani hidup dan fokus untuk menciptakan keluarga yang harmonis.

 6. Perbaikan Diri, Kita tidak bisa mengharapkan orang lain berubah tanpa mengubah diri kita sendiri. Karena pasangan kita tidak sempurna, kita sebenarnya tidak jauh dari sempurna. Mungkin sikap dan kebiasaan buruk kita, yang seringkali tidak kita sadari, menjadi alasan yang memicu pertengkaran.

 7. Jangan menutup diri, Tidak ada pernikahan yang sempurna tanpa pertengkaran. Terkadang pertengkaran berujung pertengkaran hebat yang membuat kita berpikir untuk mengakhiri pernikahan. Jika hal ini terjadi dalam sebuah pernikahan, tidak ada salahnya membicarakan masalah yang kita hadapi dengan pihak ketiga. Bicaralah dengan orang yang menurut kita adil dan bisa memberikan solusi atas situasi yang kita hadapi. Kita bisa memberi tahu teman terdekat atau konselor pernikahan tentang hal itu. Dengan begitu, beban yang kita rasakan terasa lebih ringan.

 8. Dahulukan kebahagiaan anak, Anak bisa menjadi sumber kebahagiaan, tapi juga bisa menjadi sumber konflik bagi orang tuanya. Bagaimanapun, adalah tugas dan tanggung jawab orang tua untuk memastikan kehidupan yang damai, tenang dan menyenangkan bagi anak-anak mereka. Saat kata cerai sudah di ujung lidah kita, ada baiknya kita memikirkan kembali masa depan anak-anak kita. Bukankah anak selalu menjadi korban perceraian? Ingat dampak perceraian yang seringkali menimbulkan masalah pada tumbuh kembang anak.

 9. Berdoa, Berpaling kepada Tuhan dan berdoa adalah salah satu cara untuk menyelamatkan pernikahan dan menciptakan keluarga yang harmonis. Hanya dengan percaya dan mempercayai kuasa Tuhan kita dapat bertahan dan menjalani pernikahan yang baik. Itulah beberapa langkah yang dapat kita lakukan untuk mewujudkan keluarga yang bahagia, aman, damai dan harmonis.

Kelompok 7
1.) Muhammad Miftakhudin_212121093
2.) Akbar Pangestu Putra Pratama_212121109
3.) Syahla Hamidah_212121111

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun