Secara religius, Berdasarkan Kompilasi Hukum Islam (KHI)dan fiqih Islam, wanita yang hamil di luar nikah dapat langsung di nikahkan dengan lelaki yang menghamilinya tanpa harus menunggu wanita tersebut melahirkan. Sedangkan berdasarkan hukum Islam dalam menurut pandangan imam Mazhab terdapat perbedaan. Imam Malik dan Ahmad bin Hambali mengatakan bahwa wanita hamil karena zina tidak di perbolehkan melangsungkan pernikahan dengan lelaki manapun sampai wanita tersebut melahirkan. Hal tersebut terjadi karena merujuk pada perbedaan dalil-dalil (Al-Qur'an dan Hadis) yang digunakan dalam menafsirkan kasus pernikahan wanita yang sedang hamil karena zina. KHI menjelaskan pernikahan hamil di luar nikah berdasarkan dalil Al-Qur'an surat An-nur ayat 3, Sedangkan Hukum Islam menggunakan dalil Qur'an surat An-Nisa ayat 11, 12, dan 176 dan At Talaq ayat 4. Menurut hukum Islam status hukum pernikahan wanita hamil akibat zina dengan laki-laki yang menghamilinya pun terjadi perbedaan pendapat diantara ke empat mazhab. Mazhab Hanafi dan Syafi'i membolehkan pernikahan wanita hamil akibat zina dengan laki-laki yang menghamilinya. Mazhab Maliki dan Hanbali melarang pernikahan wanita hamil akibat zina dengan laki-laki yang menghamilinya.
Secara Yuridis, Perkawinan wanita yang sedang hamil adalah sah bila sudah memenuhi rukun dan syarat perkawinannya yakni yang telah di atur dalam Kompilasi Hukum Islam dan Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 Tentang Perkawinan. Perkawinan wanita hamil di luar nikah boleh dilakukan, tidak wajib, asalkan dinikahkan dengan lelaki yang menghamilinya maupun orang lain apabila ia bersedia dan menerima nya serta tidak perlu melakukan perkawinan ulang saatanak yang di kandung itu telah lahir. Pelaksanaan
perkawinan wanita yang sedang hamil harus dinikahkan dengan lelaki yang menghamilinya. Pelaksanaannya sama pada perkawinan padan umumnya, akan tetapi ada unsur “paksaan” yang mengwajibkan
mereka untuk segera dinikahkan sebelum anak yang di kandung lahir jika ada salah satu pihak yang menolak.
UPAYA UNTUK MEMBANGUN KELUARGA YANG BAHAGIA
Agar menciptakan keluarga yang tentram, damai sakinah, mawaddah warohmah. Berikut 9 cara untuk mewkekurangan :
1. Terima kelebihan dan kekurangan pasangan, Tidak ada manusia yang sempurna, baik kita maupun pasangan kita. Alangkah tidak adilnya jika kita hanya menerima sisi positif pasangan dan menolak sisi negatifnya. Menerima kekurangan pasangan kita mengurangi ketegangan yang sering terjadi dalam sebuah pernikahan. Sering-seringlah mengingat kelebihan pasangan agar kita selalu bisa mengobarkan cinta di hati dan meminimalisir pertengkaran.
2. Memaafkan dan melupakan kesalahan masa lalu pasangan, Tidak ada orang yang selamat dari kesalahan, baik kesalahan kecil maupun besar. Memaafkan dan melupakan kesalahan masa lalu pasangan memang tidak mudah. Namun, jika kita berkomitmen untuk menjaga pernikahan kita, memaafkan dan melupakan kesalahan pasangan kita adalah salah satu cara untuk menciptakan keluarga yang bahagia, sejahtera, dan harmonis.
3. Ciptakan Komunikasi, Banyak sekali pernikahan yang berakhir hanya karena kita tidak berkomunikasi dengan hangatnya komunikasi. Saat ini, layanan Internet memfasilitasi komunikasi dengan orang yang berbeda, bahkan lebih awal. Karena itu, kita sering lupa berkomunikasi dengan pasangan kita. Tanpa komunikasi, kita mungkin tidak memahami pasangan kita dengan baik. Pada akhirnya, hubungan kami semakin rapuh, bahkan asing satu sama lain. Jadi jika ingin mewujudkan keluarga bahagia, aman dan harmonis, kekang ego, selalu sapa. Sulit pada awalnya tetapi efektif dalam menghubungkan hati. Tanpa komunikasi, kita tidak dapat menyentuh hatinya dan memahami masalah yang mengikatnya.
4. Minta maaf terlebih dahulu, Merasa berhak dan menyalahkan pasangan adalah cara termudah untuk mengakhiri pernikahan. Kita bisa mengemukakan segala macam alasan untuk membenarkan sikap kita. Tapi tahukah kamu, dia juga punya sejuta alasan untuk mempertahankan egonya. Betapa tidak, jika kita meminta maaf terlebih dahulu, agar kita bisa menciptakan keluarga yang harmonis. Permintaan maaf tidak merendahkan posisi kita di matanya, justru malah memecah kebekuan yang terbentuk tadi.
5. Hindari prasangka, Tuduhan yang tidak berdasar sering menimbulkan perselisihan dalam rumah tangga. Menghindari prasangka buruk terhadap pasangan membuat kita santai dalam menjalani hidup dan fokus untuk menciptakan keluarga yang harmonis.
6. Perbaikan Diri, Kita tidak bisa mengharapkan orang lain berubah tanpa mengubah diri kita sendiri. Karena pasangan kita tidak sempurna, kita sebenarnya tidak jauh dari sempurna. Mungkin sikap dan kebiasaan buruk kita, yang seringkali tidak kita sadari, menjadi alasan yang memicu pertengkaran.
7. Jangan menutup diri, Tidak ada pernikahan yang sempurna tanpa pertengkaran. Terkadang pertengkaran berujung pertengkaran hebat yang membuat kita berpikir untuk mengakhiri pernikahan. Jika hal ini terjadi dalam sebuah pernikahan, tidak ada salahnya membicarakan masalah yang kita hadapi dengan pihak ketiga. Bicaralah dengan orang yang menurut kita adil dan bisa memberikan solusi atas situasi yang kita hadapi. Kita bisa memberi tahu teman terdekat atau konselor pernikahan tentang hal itu. Dengan begitu, beban yang kita rasakan terasa lebih ringan.
8. Dahulukan kebahagiaan anak, Anak bisa menjadi sumber kebahagiaan, tapi juga bisa menjadi sumber konflik bagi orang tuanya. Bagaimanapun, adalah tugas dan tanggung jawab orang tua untuk memastikan kehidupan yang damai, tenang dan menyenangkan bagi anak-anak mereka. Saat kata cerai sudah di ujung lidah kita, ada baiknya kita memikirkan kembali masa depan anak-anak kita. Bukankah anak selalu menjadi korban perceraian? Ingat dampak perceraian yang seringkali menimbulkan masalah pada tumbuh kembang anak.