Mohon tunggu...
Syahlaa Shoofi Ibrahim
Syahlaa Shoofi Ibrahim Mohon Tunggu... Mahasiswa - Try to be better person.

Mahasiswa Pendidikan Sosiologi Antropologi Universitas Sebelas Maret Surakarta.

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Fenomena Zoom Fatigue sebagai Akibat Perubahan Sosial

30 Oktober 2021   12:27 Diperbarui: 30 Oktober 2021   12:28 797
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilmu Sosbud dan Agama. Sumber ilustrasi: PEXELS

Artikel ditulis oleh Syahlaa' Shoofi Ibrahim.

Mahasiswa Pendidikan Sosiologi Antropologi Universitas Sebelas Maret Surakarta.

Perubahan sosial masyarakat adalah cabang dari ilmu sosiologi. Perubahan sosial membahas mengenai kondisi perubahan masyarakat, bersifat dinamis, dan menuju ke arah tertentu. Perubahan sosialnya berfokus pada hal yang dapat mengubah struktur masyarakat, budaya, dan dampak yang ditimbulkan akibat perubahan. Salah satu contoh perubahan sosial dalam masyarakat yaitu melalui teknologi.

Teknologi membawa perubahan yang cukup signifikan dalam kehidupan sekarang ini. Bagaimana tidak? Jika dahulu untuk berkomunikasi jarak jauh sangatlah sulit karena minimnya teknologi. Seperti saat jaman primitif, karena belum adanya teknologi yang hadir untuk berkomunikasi. Maka mereka mengomunikasikan sesuatu melalui bahasa isyarat, menggambar di dinding gua, dan asap yang digunakan sebagai tanda bahaya.

Lalu berkembang menuju masyarakat tradisional, dimana yang dapat mengakses teknologi hanya orang-orang tertentu, seperti kaum bangsawan. Sedangkan kaum papa tidak dapat menggunakkan teknologi yang sama seperti kaum bangsawan. Hal ini seperti yang dikemukakan oleh Karl Marx mengenai teori konflik. Teori konflik membagi status sosial ke dalam dua kelas, yakni mereka yang memiliki kududukan sosial lebih tinggi dan berkuasa seperti bangsawan (kaum borjuis) dan mereka yang tidak memiliki kekuasaan seperti buruh (kaum proletar). 

Alat komunikasi jarak jauh yang digunakan masyarakat tradisional pun masih sangat sederhana seperti surat, telegraf, dan telepon kabel. Namun, saat ini alat komunikasi yang digunakan sudah berkembang pesat dan dilengkapi dengan fitur yang canggih. Dengan begitu kemudahan dalam berkomunikasi dapat kita rasakan. Sekarang cukup dengan menggunakkan smartphone untuk menunjang kebutuhan hidup kita yang kompleks. Mulai dari memesan makanan, belanja online, belajar, ataupun mengakses informasi. Semuanya bisa didapatkan melalui genggaman kita dan siapapun berhak untuk menggunakkannya secara bijak.

Perubahan sosial masyarakat pada teknologi dapat kita lihat dari jaman primif menuju ke masyarakat tradisional dan berakhir pada teknologi masyarakat modern. Ini sesuai dengan teori modernisasi dari Wilbert E. Moore. Teori modernisasi adalah transormasi total kehidupan masyarakat dari tradisional menuju ke arah pola ekonomis dan politis yang didahului oleh bangsa barat yang telah lebih dulu bertransformasi. Hal ini menunjukkan bahwa perubahan sosial bersifat dinamis. Artinya dapat berubah seiring dengan perkembangan jaman yang ada. Meskipun awalnya masyarakat belum dapat menerima perubahan teknologi yang ada. Namun, seiring berjalannya waktu masyarakat mulai terbiasa dengan hadirnya teknologi.

Perkembangan dari teknologi memberikan manfaat yang cukup berdampak pada kehidupan sehari-hari,seperti saat pandemi Covid-19. alat komunikasi benar-benar menyelamatkan kita dari kebosanan. Saat pandemi seperti sekarang ini kita tidak bebas untuk keluar rumah seperti bekerja, bermain, bahkan bersekolah. Hal ini membuat kita mudah bosan, stress, dan merasa terkekang.

Manfaat yang dapat dirasakan dengan hadirnya teknologi yakni memudahkan kita untuk dapat menjalin kamunikasi. Teknologi membuat kita tidak memiliki batasan ruang dan waktu. Dan dengan teknologi, apa yang dulu kita anggap tidak mungkin menjadi mungkin terjadi. Seperti pernahkah dulu anda membayangkan bagaimana kita dapat berkomunikasi meskipun berbeda negara dan zona waktu? Jika kita memikirkannya seperti tidak mungkin terjadi, tetapi tidak ada yang tidak mungkin di dunia ini. Jawaban dari persoalan tersebut sudah terjawab sekarang.

Video conference memungkinkan kita untuk dapat mendengar suara, melihat wajah satu sama lain, dan juga kita dapat berkomunikasi meskipun berbeda negara dan zona waktu. Dengan video conference, seperti aplikasi zoom, google meet, ataupun video call melalui WhatsApp. Asalkan kita terhubung dengan koneksi internet dan perangkat yang mendukung, hal ini sangat mungkin untuk dilakukan. Akhir-akhir ini kita sering sekali menggunakkan video conference untuk belajar dan bekerja. Pernahkah anda merasa lelah dan jenuh ketika melakukan virtual meeting? Jika pernah merasakannya, maka anda tidak sendirian. Hal ini wajar terjadi pada kita yang selalu menggunakkan video conference untuk melakukan virtual meeting.

Apakah anda pernah mendengar istilah zoom fatigue? kondisi kelelahan dan kejenuhan akibat padatnya aktifitas yang dilakukan saat daring sering disebut dengan zoom fatigue. Uniknya pendiri zoom yang bernama Eric Yuan juga pernah mengalami zoom fatigue. Perlu ditegaskan istilah zoom fatigue tidak hanya terjadi pada pengguna aplikasi zoom saja. Namun, dapat terjadi pada semua aplikasi yang digunakan untuk melakukan video meeting.

Bayangkan saja kita dalam sehari bisa melakukan virtual meeting sebanyak tiga hingga lima kali. Sudah seperti kebutuhan pokok saja. Apalagi bagi para pekerja dan pelajar ini sudah menjadi makanan sehari-hari. Entah belajar, webinar, seminar, dan acara lain yang dilaksanakan secara daring. Bukankah sangat melelahkan?

Fenomena zoom fatigue ini merupakan salah satu dampak negatif dari perubahan sosial yang terjadi di masyarakat. Dimana sebelum terdapat virus covid-19 kita dapat berkomunikasi secara langsung dengan bebas tanpa ada batasan. Namun, setelah virus covid-19 menyerang untuk berkomunikasi secara langsung sulit untuk dilakukan. Penyebab dari zoom fatigue sendiri adalah ketika melakukan daring kita dipaksa untuk duduk dalam waktu yang cukup lama dan fokus pada percakapan untuk menyerap informasi.. Apalagi hal ini dilakukan terus menerus dalam jangka waktu yang panjang. Akibatnya otak bekerja lebih keras dan menimbulkan efek kelelahan pada tubuh.

Ketika sedang melakukan virtual meeting, pasti diantara kita sering melihat wajah sendiri dalam waktu yang cukup lama. Ternyata ini termasuk dalam salah satu penyebab kita mengalami zoom fatigue, lhoh. Kenapa begitu? Karena ketika virtual meeting kita cenderung merasa diawasi oleh banyak orang, sehingga secara tidak langsung kita ingin terlihat sempurna. Oleh sebab manusia tidak ada yang sempurna, maka timbullah self consciousness. Yakni kondisi dimana kita overthingking kepada diri sendiri. Atau bisa dikatakan kita khawatir terhadap bagaimana orang lain melihat diri kita.

Selain itu ketika daring kita tidak bisa melihat dengan jelas gesture dari lawan bicara kita. Gesture adalah bentuk komunikasi non-verbal yang dilakukan untuk menegaskan atau membantu menjelaskan makna kalimat yang diucapkan. Belum lagi setiap melakukan daring kita dihadapkan dengan distraction dari lingkungan sekitar kita. Entah kita menjadi tidak fokus karena gedget ataupun gangguan dari orang sekitar.

Apalagi ketika melakukan virtual meeting, mobilitas kita dalam bergerak sangat dibatasi. Belum lagi dengan durasi waktu yang lama dari satu hingga tiga jam. Hingga membuat pinggang, punggung, dan leher kita terasa nyeri apabia terlalu lama duduk. Tidak hanya itu jika kita terus-terusan melakukan hal yang sama dalam jangka waktu yang panjang ini dapat menyebabkan gangguan kesehatan.

Untuk mengatasi zoom fatigue kita dapat melakukan beberapa cara, yaitu: Pertama, beri jeda untuk istirahat. Lakukan istirahat minimal 10 menit atau dengan melakukan metode 20 20 20. Cara ini cukup membantu ketika kita mengalami zoom fatigue. Metode 20 20 20 ini dilakukan dengan cara setiap 20 menit kita menatap layar monitor usahakan untuk melihat objek diluar layar monitor sejauh 20 kaki atau sekitar 6 langkah selama 20 detik. Jangan lupa untuk melakukan peregangan tubuh agar tubuh menjadi rileks dan tidak kaku.

Kedua, hindari multitasking. Sebuah studi penelitian yang dilakukan di Stanford University dikatakan bahwa ketika kita melakukan dua atau lebih kegiatan dalam waktu yang bersamaan dapat menurunkan performa diri dan sulit untuk fokus. Selain itu kita akan lebih cepat merasa lelah. Hal ini dikarenakan energi kita terbuang untuk melakukan kegiatan yang banyak dalam waktu bersamaan. Walaupun multitasking dapat menghemat waktu yang kita punya, namun cara ini tidak efektif untuk dilakukan dalam jangka waktu yang panjang. Ketiga, matikan kamera apabila tidak diwajibkan. Selain mengurangi jumlah kuota yang terpakai ketika virtual meeting. Ini dilakukan agar kita dapat konsentrasi kepada isi materi yang disampaikan. Bukan berarti ketika mematikan kamera kita pergi dan tidak mendengarkan materinya. Ternyata dengan cara ini kita dapat mengurangi fenomena zoom fatigue.

Perubahan sosial masyarakat terlihat jelas ketika pandemi covid-19. Terutama dalam cara kita berkomunikasi dengan orang lain yang menjadi berjarak untuk mengurangi resiko terkena virus covid-19. Dengan begitu kegiatan yang mengharuskan berkumpul banyak orang harus dikurangi dan dibatasi. Makadari itu pemerintah menerapkan study from home dan work from home dengan mengandalkan teknologi. Hadirnya teknologi sangat menolong, namun akibat terlalu sering menggunakan teknologi untuk melakukan virtual meeting. Ternyata dapat menimbulkan dampak negatif, yakni fenomena zoom fatigue. Semoga kita dapat mengambil manfaat dari membaca artikel ini dan senantiasa diberi kesehatan.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun