Mohon tunggu...
Syahirul Alim
Syahirul Alim Mohon Tunggu... Penulis - Penulis Lepas, Penceramah, dan Akademisi

Penulis lepas, Pemerhati Masalah Sosial-Politik-Agama, Tinggal di Tangerang Selatan

Selanjutnya

Tutup

Kebijakan Artikel Utama

Puasa dan Politik Kekerasan

29 Mei 2019   12:52 Diperbarui: 29 Mei 2019   20:35 446
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Bagi saya, agama adalah "ruh" (core) yang ada dalam seluruh lini kehidupan, termasuk sosial, hukum, politik yang membangun partikel-partikel peradaban. Itulah sebabnya, kenapa Indonesia hingga saat ini tak mungkin terpecah-belah, dikarenakan agama sudah melekat menjadi bagian dari kehidupan masyarakatnya dan tak perlu lagi seolah "mengajari ikan berenang".

Kita mungkin sudah hampir-hampir dilupakan oleh gemerlap politik duniawi yang seringkali menjadi awan gelap yang menutupi hampir seluruh sendi syaraf otak kita sendiri. 

Sehingga segala sesuatu yang tertutup tampak gelap dan kita tak mampu menguak kegelapan itu yang pada akhirnya nafsu kita yang selalu membenarkan segala tindakan kita, bukan akal sehat apalagi nurani. 

Puasa yang semestinya mengalahkan keliaran dorongan nafsu, malah bertekuk lutut dan menyembah nafsunya sendiri dan mengikuti segala keinginannya untuk merusak, menghancurkan, membuat opini negatif, menghasut, dan segala hal buruk yang jelas tidak ada dampak manfaatnya sama sekali.

Puasa yang seharusnya mampu me-manage potensi yang ada dalam diri setiap muslim, justru disimpangkan begitu saja oleh ambisi dan nafsu kekuasaan. Jika dalam ukuran manajemen menyebut bahwa potensi manusia itu dibangun melalui knowledge, skill, dan attitude, maka puasa merupakan bentuk manajemen potensi diri yang menggabungkan antara ilmu pengetahuan, amal perbuatan yang mendatangkan kemanfaatan dan akhlak yang menopang kemuliaan hidup sebagai manusia. 

Itulah esensi puasa yang membentuk karakteristik takwa, dimana formulasi knowledge (ilmu), skill (amal), dan attitude (akhlak) bersatu dan saling menopang antarsatu dan yang lainnya.  

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Kebijakan Selengkapnya
Lihat Kebijakan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun