Bagi saya, agama adalah "ruh" (core) yang ada dalam seluruh lini kehidupan, termasuk sosial, hukum, politik yang membangun partikel-partikel peradaban. Itulah sebabnya, kenapa Indonesia hingga saat ini tak mungkin terpecah-belah, dikarenakan agama sudah melekat menjadi bagian dari kehidupan masyarakatnya dan tak perlu lagi seolah "mengajari ikan berenang".
Kita mungkin sudah hampir-hampir dilupakan oleh gemerlap politik duniawi yang seringkali menjadi awan gelap yang menutupi hampir seluruh sendi syaraf otak kita sendiri.Â
Sehingga segala sesuatu yang tertutup tampak gelap dan kita tak mampu menguak kegelapan itu yang pada akhirnya nafsu kita yang selalu membenarkan segala tindakan kita, bukan akal sehat apalagi nurani.Â
Puasa yang semestinya mengalahkan keliaran dorongan nafsu, malah bertekuk lutut dan menyembah nafsunya sendiri dan mengikuti segala keinginannya untuk merusak, menghancurkan, membuat opini negatif, menghasut, dan segala hal buruk yang jelas tidak ada dampak manfaatnya sama sekali.
Puasa yang seharusnya mampu me-manage potensi yang ada dalam diri setiap muslim, justru disimpangkan begitu saja oleh ambisi dan nafsu kekuasaan. Jika dalam ukuran manajemen menyebut bahwa potensi manusia itu dibangun melalui knowledge, skill, dan attitude, maka puasa merupakan bentuk manajemen potensi diri yang menggabungkan antara ilmu pengetahuan, amal perbuatan yang mendatangkan kemanfaatan dan akhlak yang menopang kemuliaan hidup sebagai manusia.Â
Itulah esensi puasa yang membentuk karakteristik takwa, dimana formulasi knowledge (ilmu), skill (amal), dan attitude (akhlak) bersatu dan saling menopang antarsatu dan yang lainnya. Â
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H