"Tidak ada riya dalam berpuasa", demikian ungkapan Nabi Muhammad, seolah menegaskan bahwa hanya satu-satunya ibadah yang tak dihinggapi keinginan memamerkan kesalehan diri hanyalah puasa.
Jika dalam tradisi Islam dikenal salat, zakat, ataupun haji yang kerap mempertontonkan "riya" (rasa ingin dilihat orang lain kebaikannya), maka hal itu tak akan terjadi pada puasa.
Sekalipun Nabi Muhammad menegaskan bahwa tak ada riya dalam berpuasa, namun seolah belakangan ini menunjukkan kontrasnya: puasa menjadi suatu seremonial yang kadang dipertontonkan kepada pihak lain, melalui pengiriman gambar makanan di medsos, jadwal buka bersama, menuliskan atau mengunggah aktivitas ibadah di ruang medsos, dan lain sebagainya.
Kebanyakan ---jika tidak semuanya--- puasa lebih kepada menahan makan dan minum saja dan sekadar memindahkan jam makan dari pagi ke malam hari. Apakah pengaruh aspek globalisasi dan modernisasi ---terutama terpapar era medsos--- atau hal lainnya, seperti perlu penelitian lebih lanjut.
Mungkin saja fenomena nilai sakral berpuasa masih bisa ditemukan di masa-masa saya kecil dulu dan sangat jauh berbeda suasananya seperti berpuasa di beberapa tahun belakangan ini.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H