Mohon tunggu...
Syahirul Alim
Syahirul Alim Mohon Tunggu... Penulis - Penulis Lepas, Penceramah, dan Akademisi

Penulis lepas, Pemerhati Masalah Sosial-Politik-Agama, Tinggal di Tangerang Selatan

Selanjutnya

Tutup

Politik Pilihan

Politik Salat Jumat

15 Februari 2019   10:45 Diperbarui: 15 Februari 2019   11:27 334
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Dalam momen-momen tertentu, Jumatan memang kerap dijadikan ajang politik, seperti soal adanya khotbah yang menggelorakan semangat massa dalam mengekspresikan sikap politiknya terhadap kekuasaan yang menyimpang dan otoriter. 

Dulu, di Iran, pelaksanaan salat Jumat mirip dengan salat Idul Fitri, digelar ditengah lapangan terbuka di lingkungan kampus Universitas Teheran. Muncul teriakan-teriakan sarkastik, seperti "marg bar Amrika" atau "marg bar Isroil" yang kurang lebih menyuarakan kekesalan pada negara Amerika dan Israel. 

Namun, salat Jumat di Iran ini tak perlu dipasangi pamflet pemberitahuan yang dipasang di jalan-jalan, agar umat muslim sekitar mengikuti salat, karena di Iran salat Jumat tidaklah wajib sebab yang wajib hanyalah salat dzuhur.

Banyak momen salat Jumat yang menjadi sesak karena semangat politik didalamnya, entah itu karena keinginan bersama dalam berdoa agar terpenuhi rasa keadilan dari para penguasa despotis, seperti yang pernah terjadi di Mesir dimana ketika pergerakan Ikhwanul Muslimin salah satu kelompok oposisi dibawah kendali Sayyid Quthb juga pernah berada dalam kondisi yang sama, menggunakan salat Jumat bagi momen kepentingan politik. 

Mungkin masih banyak lagi fenomena yang menggambarkan bahwa Jumatan kerap dimanfaatkan bagi kepentingan politik, baik dalam rangka mengkritik, mendesak pergantian kekuasaan, hingga pada tahap paling ekstrim, yaitu menggerakan makar.

Melihat sisi politik dari salat Jumat ini memang selalu menarik, bukan saja karena realitasnya yang kontroversial karena ada yang membolehkan dan melarang, namun disisi lain lebih didorong oleh kenyataan sulitnya mempersepsikan secara seragam apa yang dimaksud "politik" dan bagaimana Jumatan dianggap ibadah yang "dipolitisasi" pada akhirnya. 

Politik dalam pandangan paling netral, tak melulu terkait dengan kekuasaan formal, karena mungkin saja politik dimanfaatkan untuk penyebaran semangat atau ide-ide tertentu yang menggelorakan semangat masyarakat untuk lebih banyak mendahulukan ilmu pengetahuan daripada soal perebutan kekuasaan.

Hal ini pernah dilakukan Nabi Muhammad, ketika pertama kalinya beliau menginjakkan kaki di Madinah sewaktu hijrah. Kedatangan Nabi ke Madinah bahkan sudah tersebar sekalipun tanpa pamflet atau spanduk yang dipasang di pinggir-pinggir jalan. Masyarakat Madinah yang egaliter, justru sangat penasaran dengan sosok Nabi yang tersiar melalui kabar verbal sebagai seorang pemimpin lintas suku yang sukses membentuk "suku super" yang semakin banyak pengikutnya. 

Tiba di hari Jumat di Madinah, lalu Nabi berkhutbah dimana dalam salah satu baitnya beliau mengatakan, "Wahai umat manusia, dahulukanlah ilmu pengetahuan dari hartamu, sebab kelak kalian akan dikumpulkan seperti segerombolan ternak yang tanpa penggembalanya. Kalian akan ditanya nanti oleh Tuhanmu satu persatu. Maka berbuat baiklah, sekalipun kalian hanya memberikan sepotong kurma dan jika kalian tidak mampu, cukuplah dengan berkata baik, sebab kebaikan itu akan dibalas dengan kebaikan berlipat-lipat, bahkan hingga sampai 700 kali lipatnya".

Dalam konteks Jumatan Nabi di Madinah ini, jelas berkonotasi politik dimana setiap orang disadarkan akan keberadaan dirinya untuk lebih dekat kepada ilmu, mendahulukan pengetahuan dan kebaikan, dan ikuti mereka yang memiliki pengetahuan agar tak tersesat seperti domba-domba yang tanpa penggembalanya.

Nabi menggelorakan semangat pengetahuan yang dikala itu, mungkin hampir tak ditemukan seseorang berkhutbah dengan cara demikian. Mengajak kepada kebaikan dalam banyak hal, termasuk bagian dari "politisasi" yang memaksa alam bawah sadar manusia untuk berpolitik, meningkatkan perbuatan baik dan mendahulukan kegiatan keilmuan yang dapat lebih membuka wawasan.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun