Namun, saya sepakat bahwa imam masjid harus dari NU dalam pengertian memiliki latar kultural yang kuat soal keagamaan Islam, fasih dalam bacaan Alquran---bukan sekadar hafal---memiliki serangkaian transmisi intelektual berbasiskan guru-murid dengan para ulama tradisional, berideologi terbuka---bukan permissif---dalam hal relativitas kebenaran keagamaan, tidak ekslusif dalam artian hanya mengakui kelompok tertentu dan "memusuhi" kelompok lain diluar dirinya, terlepas apakah dirinya memiliki ikatan kultural dengan NU maupun tidak.Â
Seorang imam salat memang memiliki persyaratan khusus secara yurisprudensi dan memang pada kenyataannya tampak lebih dekat dengan ideologi keagamaan model NU, seperti harus fasih, cakap ilmu keagamaan, disukai seluruh jamaah, dan lain sebagainya.Â
Menjadi imam salat tetapi tak disukai atau "digerundeli" jamaahnya, jelas berdampak pada nilai salatnya tertolak, bahkan terhapus sama sekali pahala salat jamaahnya.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H