Mohon tunggu...
Syahirul Alim
Syahirul Alim Mohon Tunggu... Penulis - Penulis Lepas, Penceramah, dan Akademisi

Penulis lepas, Pemerhati Masalah Sosial-Politik-Agama, Tinggal di Tangerang Selatan

Selanjutnya

Tutup

Politik Artikel Utama

Sosok "Jaenudin Nachiro" dalam Puisi Fadli Zon

6 Desember 2018   13:08 Diperbarui: 7 Desember 2018   05:08 6302
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Saya kira, puisi Fadli Zon juga sedang berupaya merebut simpati pemilih muslim dengan menunjukkan bahwa kubu lawan juga lemah dari sisi agamanya.

Jika Jokowi selalu disebut-sebut sebagai seorang muslim yang baik oleh para pendukungnya, bahkan cawapresnya Ma'ruf Amin pernah berseloroh soal kesantrian Jokowi, seperti sedang "dilawan" oleh puisi Fadli. 

Politik pada akhirnya semakin membuka "kelemahan" masing-masing kubu kontestannya dan hal itu tentu saja melibatkan pribadi seseorang bahkan tingkat kesalehannya yang diukur dari fasih atau tidaknya, salah atau benarnya dalam menarasikan entitas keislaman.

Padahal, soal lagu yang salah diucapkan salah, mestinya tak berpengaruh dibandingkan ketika menyebut nama Rasulullah yang sakral bagi umat Islam.

Itulah resikonya ketika agama terus dijadikan "kosmetikasi" dalam ajang politik, sehingga ukuran-ukuran keagamaan semakin tidak rasional ketika dibenturkan dengan kenyataan politik para kandidatnya. Agama yang seharusnya bersifat individual dan primordial, justru berubah ketika dihadirkan dalam realitas sosial, bahkan mungkin kehilangan kesakralannya ketika ia dijadikan sekadar alat kosmetikasi politik kekuasaan. 

Yang menyedihkan, agama yang semestinya menjadi "tuntunan" kini sekadar "tontonan" bahkan cemoohan banyak orang yang mengaku sebagai pribadi yang beragama.

Bukan tidak mungkin, istilah "jaenudin nachiro" yang dimaksud dalam puisi Fadli juga bentuk cemoohan kepada orang yang beragama sama dengan dirinya. 

Politik kekuasaan ternyata menggerus nilai moralitas keagamaan dan agama sekadar dipergunakan menjadi alat politik untuk saling menjatuhkan, bukan saling mengingatkan dalam hal kebaikan.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun