Saat ini, politik kebencian telah mendekonstruksi agama bahkan tak berlebihan jika sesungguhnya merekalah yang disebut kitab suci sebagai "para pendusta agama". Bagaimana tidak, ketika agama mengajarkan harus berkasih sayang dengan sesama, saling menasihati dalam soal kebajikan, peduli kepada yang lemah dan kurang beruntung untuk membantu menaikkan derajatnya, justru sengaja dilupakan dan dibutakan oleh kenyataan perebutan kekuasaan. "Araitalladzi yukadzdzibu biddin?" (Tahukan engkau siapa yang mendustakan agama?). Ayat pertama dari surat al-Ma'un dalam al-Quran ini seakan menyindir mereka yang mengaku tahu agama, tetapi justru mendustakannya. Â Â
Beberapa kondisi disebutkan dalam surat diatas yang termasuk kategori pendusta agama, dan salah satunya adalah "mereka yang gemar berbuat riya (ingin dilihat hebat oleh orang lain)". Saya kira, publik dapat lebih jeli menilai, siapa saja orang yang memang selalu ingin dilihat hebat, dikelilingi banyak pengikut, otoriter, sehingga mereka bangga dan justru kebanggaannya melampaui batas, dengan mencaci, menghina, dan merendahkan orang lain.Â
Mereka lupa, bahwa agama yang semestinya masuk kedalam jiwa menjadi ajaran-ajaran moral, teladan untuk kebaikan umat, malah dipertontonkan sedemikian buruk karena terobsesi kenyataan politik. Agama dalam hal ini didustakan, bahkan diposisikan sangat rendah karena digadaikan demi kepentingan politik.
Tak pantas rasanya, ketika mereka yang mengaku memegang teguh prinsip adat ketimuran, terlebih dianggap sebagai "begawan" keagamaan dengan memikul sederet identitas sosial-keagamaan yang diakui masyarakat, lalu mengeluarkan kata-kata yang sangat menyakiti perasaan orang lain. Yang lebih mengerikan, pernyataan-pernyataan negatif ini justru terlontar disebuah kegiatan keagamaan yang semestinya dapat membuat suasana lebih sejuk karena kegiatan seperti ini jelas membawa nilai-nilai kedamaian bagi para pendengarnya.Â
Politik kebencian yang belakang merasuki banyak orang, justru seringkai mendekonstruksi nilai-nilai agama yang sekadar diperjuangkan demi nafsu kepentingan politik, bukan memperjuangkan kemaslahatan dan kebaikan bersama demi tujuan-tujuan politik yang lebih bermartabat dan berwibawa.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H