Mohon tunggu...
Syahirul Alim
Syahirul Alim Mohon Tunggu... Penulis - Penulis Lepas, Penceramah, dan Akademisi

Penulis lepas, Pemerhati Masalah Sosial-Politik-Agama, Tinggal di Tangerang Selatan

Selanjutnya

Tutup

Politik Artikel Utama

Reuni 212, dari Semangat Keagamaan, Pentas Seni Hingga Aksi Politik

27 November 2018   11:45 Diperbarui: 27 November 2018   15:03 1110
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sumber: Kompas.com/Garry Andrew Lotulung

Bendera tauhid---dengan demikian---dapat dibedakan dengan bendera dengan tulisan serupa yang dipakai oleh organisasi teroris terlarang di dunia.

Saya melihat, serangkaian kegiatan aksi yang diinisasi gerakan 212 memang terus mengalami perubahan dalam konteks sosial-politik, dari mulai semangat keagamaan pada awalnya, lalu berubah menjadi aksi politik, dan saat ini "melunak" karena tema besar Islam politik hanya diekspresikan melalui pengibaran bendera seraya mempersembahkan kreativitas seni islami yang belakangan memang digandrungi masyarakat. 

Tak perlu ada yang dikhawatirkan dari gerakan seperti ini, karena sejatinya inilah ekspresi politik masyarakat dalam menanggapi dan menerjemahkan isu-isu politik dan keagamaan kedalam aspirasi yang diwujudkan melalui serangkaian aksi.

Jika memang kegiatan reuni 212 nanti benar-benar wujud dari pagelaran silaturahmi antarelemen yang terlibat dalam berbagai aksi di Jakarta, karena "reuni" tentu saja identik dengan silaturahmi, maka jelas tak sedang mempertontonkan atraksi politik melalui bentuk dukungan terhadap salah satu kandidat manapun.

Namun demikian, himbauan agar para pegiat aksi yang akan hadir di Monas untuk tidak berada di Masjid Istiqlal karena sedang ada kegiatan Maulid Nabi yang dihadiri Presiden Jokowi, maka ini sudah menunjukkan bentuk atraksi politik. 

Bagaimana tidak, gerakan 212 memang dikenal tak mendukung Jokowi dalam Pilpres 2019 mendatang, sehingga otomatis melarang massanya untuk tidak berada di Istiqlal karena khawatir terjadi "benturan" kepentingan politik.

Diakui maupun tidak, gerakan yang diinisiasi aktor 212 ini memang lebih kental nuansa politiknya dibanding semangat keagamaannya.

Wajar jika kemudian, KH Ma'ruf Amin memberikan komentar bahwa gerakan 212 ini semakin menunjukkan ketidakjelasannya karena semangat keagamaan yang terus menerus dibayangi kepentingan politik-kekuasaan. 

Padahal, jika menjelma sebagai kekuatan politik, justru mempertegas keberadaan kelompok ini, sehingga dapat memperjelas posisi politik dukungannya di Pilpres 2019 nanti. 

Mendukung salah satu capres tertentu, jelas memperjelas posisi politik, bukan terus-menerus menonjolkan simbol agama, tetapi dimanfaatkan secara terselubung untuk hal-hal yang bersifat politis. 

Saya tetap menghargai upaya apapun---termasuk aksi dan demonstrasi---sebagai saluran aspirasi politik masyarakat, asal masih tetap dalam suasana kedamaian yang tak melanggar konsekuensi dalam berdemokrasi.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun