Sebenarnya tak harus dipermasalahkan soal munculnya sebuah gerakan politik yang mengatasnamakan semangat keagamaan, seperti yang sejauh ini dimotori oleh gerakan 212. Dalam banyak hal, gerakan ini mampu menjadi sebuah kekuatan penyeimbang dalam suatu dominasi politik kekuasaan.Â
Terlepas dari unsur suka dan tidak suka, gerakan ini tampak solid dalam menyuarakan aspirasi politik dengan terutama menghadirkan suasana religius didalamnya.Â
Religius yang dimaksud tentu saja semangat keagamaan yang melatarbelakangi setiap orang yang terdorong untuk ikut hadir dalam berbagai kegiatan yang diinisiasi gerakan 212.
Bayangan politik tentu saja kental, karena keberadaannya dinilai hadir ditengah ekspektasi pergantian kekuasaan.
Bagi saya, nuansa keagamaan yang dimunculkan dalam gerakan ini sekadar menjadi daya tarik bagi siapapun untuk bersimpati dimana kehadirannya paling tidak, bukti bahwa mereka memang sedang membela agama dan keyakinannya ditengah fenomena degradasi moral yang sedemikian parah.
Walaupun istilah "reuni" yang dipergunakan tentu saja tidak mencerminkan diksi keagamaan, lain halnya ketika gerakan ini menggunakan istilah "silaturahmi", mungkin terasa kental nuansa keagamaannya dibanding kepentingan politiknya.Â
Silaturahmi tentu saja berkonotasi kedekatan ikatan solidaritas, mengangkat nilai-nilai persaudaraan yang kuat baik secara lahir maupun batin.
Banyak kritik yang muncul terhadap rencana digelarnya Reuni Akbar 212 yang akan digelar di Monas, tepat pada 2 Desember mendatang.Â
Kritikan tentu saja muncul dari berbagai kalangan yang tidak simpati terhadap upaya "politisasi agama" yang selama ini dituduhkan kepada kelompok yang menamakan dirinya Persaudaraan Alumni 212 ini.Â
Disisi lain, gerakan-gerakan ini dianggap sebagai perwujudan Islam politik yang mencoba meng-counter berbagai wacana yang seringkali dirasakan sangat memberikan tekanan politik terhadap para pemimpin-pemimpin mereka.
Gerakan ini lalu muncul untuk menunjukkan kepada publik, bahwa mereka tetap solid, menyuarakan setiap aspirasi politiknya sebagai bagian dari kekuatan oposisi diluar kekuasaan.