Mohon tunggu...
Syahirul Alim
Syahirul Alim Mohon Tunggu... Penulis - Penulis Lepas, Penceramah, dan Akademisi

Penulis lepas, Pemerhati Masalah Sosial-Politik-Agama, Tinggal di Tangerang Selatan

Selanjutnya

Tutup

Hukum Pilihan

Belajar dari Kasus Meliana

1 November 2018   10:50 Diperbarui: 1 November 2018   16:08 461
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Hukum. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

Namun sejauh ini, benarkah efek azan yang dikumandangkan kemudian menggerakkan setiap muslim untuk bergegas ke arah sumber suara? Saya kira anda akan lebih tahu jawabannya.

Soal azan ini pula barangkali, yang kemudian membuat Meliana berang karena volumenya yang memekakkan telinga (udzun), lalu dengan kata-kata terindikasi kebencian dilontarkan kepada pihak lain. 

Mungkin saja akan lain halnya, ketika azan diperdengarkan secara merdu yang justru semakin menyentuh kalbu dan telinga juga merasa diperdengarkan sesuatu panggilan yang benar-benar berasal dari Tuhan.

 Sebagai pertimbangan saja, bahwa suara azan yang diperdengarkan di Masjidil Haram dan Masjid Nabawi, Arab Saudi, justru malah semakin dirindukan oleh siapapun karena memang dilantunkan dengan suara indah dan merdu, bahkan ukuran volume suaranya pas dan pantas sebagai entitas panggilan Tuhan yang diperdengarkan telinga.

Mengatur volume toa masjid atau musala yang lebih pas dan terukur memang dirasa perlu. Hal ini tidak saja untuk mengurangi efek distorsi pelantang yang membisingkan, tetap lebih kepada hal bagaimana suara azan itu sampai menjadi vitamin bagi pendengaran, sehingga menggerakkan setiap orang untuk segera bergegas ke tempat ibadah. 

engatur volume tentu saja tak identik dengan melarang berkumandangnya azan, sebagaimana yang dipersepsikan beberapa pihak. Pengaturan volume justru lebih mengedepankan aspek toleransi keberagamaan dengan tujuan solidaritas sosial antarumat beragama lebih menguat. Lagi pula, di beberapa wilayah di Indonesia, masih ada sebagian masyarakat muslim yang enggan memakai pelantang suara ketika azan, karena tak disebut secara khusus dalam ajaran agama Islam.

Kita patut mendapatkan pelajaran penting dari kasus Meliana yang saat ini divonis 18 bulan penjara karena dianggap meresahkan umat beragama. Pertama dan paling utama, tentu saja selalu mengedepankan akal sehat bukan perasaan emosi, karena agama sesungguhnya adalah nasihat.

Betapa sikap emosional telah menggiring setiap orang untuk merusak hal apapun tanpa terkecuali, padahal merusak jelas adalah pelanggaran terbesar dalam aspek beragama. 

Kedua, agama tentu saja menuntun akal sehat kita untuk dapat bersikap lurus dan adil (hanifiyah) kepada siapapun, termasuk bagaimana kita berlapang dada (samhah) terhadap setiap realitas perbedaan yang ada. Bersikap "adil" dan "lapang dada" adalah kata kunci dalam aktualisasi sikap keberagamaan yang baik.

Perlu juga untuk diingat, bahwa kita ini hidup di negara Indonesia dengan seperangkat hukum-hukumnya dan keberagaman masyarakatnya yang senantiasa dinamis. Jauh sebelum republik tercinta ini berdiri, seperangkat nilai-nilai sosial, adat, tradisi, bahkan keyakinan agama telah terwujud dan hampir tak pernah ada gesekan-gesekan yang berarti terutama dalam soal perbedaan keyakinan. Bahkan, kita mempunya dasar negara yang otentik, yaitu Ketuhanan Yang Maha Esa yang walaupun tuhan banyak nama, hanya ada satu Tuhan yang menciptakan, mengatur, dan memberikan kebaikan kepada seluruh alam ini. 

Kita patut bersyukur terhadap keindahan dan kemolekan alam Indonesia yang diciptakan Tuhan untuk kita, "lama sebelum mereka menjadi umat Budha, Hindu, Kristen, dan Muslim", demikian tulis Buya Hamka.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Hukum Selengkapnya
Lihat Hukum Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun