Mohon tunggu...
Syahirul Alim
Syahirul Alim Mohon Tunggu... Penulis - Penulis Lepas, Penceramah, dan Akademisi

Penulis lepas, Pemerhati Masalah Sosial-Politik-Agama, Tinggal di Tangerang Selatan

Selanjutnya

Tutup

Hukum Pilihan

Kenapa Amien Rais Harus Dikawal?

10 Oktober 2018   12:41 Diperbarui: 10 Oktober 2018   13:09 893
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
(megapolitan.kompas.com)

Buntut dari kasus kebohongan Ratna Sarumpaet (RS) ternyata tidak berhenti di dirinya, namun menyeret nama-nama tokoh nasional di belakangnya. Beberapa nama elit nasional justru terseret dalam kubangan kasus kebohongan ini yang kebetulan baru politikus gaek Amien Rais yang dipanggil kepolisian sebagai saksi.

Politisi senior PAN ini memang memenuhi pemanggilan aparat, walaupun dirinya menyebut ada kejanggalan, mengingat surat pemanggilannya sudah dibuat sejak 2 Oktober sedangkan RS ditetapkan sebagai tersangka penyebar berita bohong pada 4 Oktober. Kejanggalan inilah yang kemudian soal pemanggilan Amien harus "dikawal" sehingga dapat membuka fakta-fakta kebenaran yang sesungguhnya.

Dalam sebuah negara hukum, siapapun berhak membela diri sesuai aturan berlaku, tak perlu harus menghindar atau bersembunyi, terlebih menolak pemanggilan polisi.

Saya kira, Pak Amien bukanlah orang kemarin sore yang gagap terhadap prosedur hukum, sehingga untuk mengawal dirinya tak perlu berlebihan apalagi harus mendatangkan ratusan orang hanya sekadar memastikan ia tidak ditahan.

Mengawal tokoh penting seperti Amien Rais, cukup 4 atau 5 orang saja, karena disamping mengirit biaya, mengawal yang diiringi aksi massa justru mempertontonkan kemubaziran dan bahkan menunjukkan sikap yang sangat berlebihan.

Secara pribadi, saya sangat menghormati Pak Amien Rais, walaupun di usia senjanya saat ini masih tetap eksis bahkan "garang" dalam menyuarakan ketidakadilan atas perlakuan buruk sebuah rezim.

Gaya kritikannya yang tajam, ceplas-ceplos, tanpa basa-basi, walaupun kadangkala menyakiti, sudah menjadi gaya lama sejak dirinya menjadi terkenal di era reformasi.

Harus diakui, bahwa kegigihannya mengkritik rezim waktu itu, sanggup menjungkirbalikkan keadaan bahkan sukses menggulingkan rezim menandai awal baru reformasi Indonesia. Tak ada yang salah dari sisi Pak Amien, hanya karena iklim kita yang belum terbiasa dengan kritikan-kritikan pedas dan menohok yang terlampau "keras" disuarakan pihak oposisi.

Pak Amien tentu saja aset bangsa yang mungkin tak ada duanya di negeri ini. Siapa politisi senior yang masih peduli mengobok-obok rezim selain dirinya?

Rezim jelas tak boleh anti kritik apalagi alergi terhadap kritik anak bangsanya sendiri. Keberadaan Amien bersama barisan oposisi jelas menuai kekuatan politik baru dalam upaya dirinya menyuarakan aspirasi kritisnya terhadap rezim.

Anda mungkin tak suka Amien Rais karena kedekatannya dengan gerakan 212 yang hampir selalu mengkritik rezim setiap harinya. Kita kadang terlampau naif dalam melihat situasi politik, karena seringkali emosi mengaduk-aduk perasaan kita sendiri dan akal sehat malah jatuh sakit.

Saya malah membayangkan, betapa otoriternya sebuah rezim jika tak ada pihak oposisi yang mampu bersuara lantang menuntut keadilan. Setiap orang hanya manut, "Yes Boss" apapun yang diperbuat rezim dan menganggap inilah hal yang paling adil bagi kita semua.

Itu dulu, sebelum era reformasi bergulir, tapi sekarang penting kita melihat dan bahkan ikut mengkritisi rezim agar mereka tidak salah dalam membuat kebijakan yang terdampak pada kesejahteraan dan keadilan rakyat. Manut dan membela mati-matian rezim justru malah berbahaya, karena rezim akan memanfaatkan "kebodohan" kita dan mengeruk keuntungan pribadi dari otorisasi kekuasaannya.

Saya justru mengapresiasi Menkopolhukam, Wiranto yang menyebut aksi mengawal Amien Rais adalah sesuatu yang wajar sebagai bentuk penyaluran aspirasi masyarakat yang sah dan dilindungi undang-undang. Ini contoh rezim yang baik dan memahami pentingnya aspirasi masyarakat disalurkan, tidak dibungkam.

Walaupun kadang juga tampak berlebihan dalam melakukan upaya penyambutannya, ibarat akan menghadapi demonstrasi besar yang anarkis, pasukan bersenjata lengkap disiapkan bahkan hingga melibatkan TNI di lapangan guna menghalau jika terjadi aksi kericuhan akibat konsentrasi massa yang cukup besar. Lalu, apakah terbukti demikian? Anda dapat memberikan penilaiannya sendiri.

Mengawal Amien Rais untuk dapat lebih jauh mengungkap fakta-fakta sahih soal kebohongan RS, tanpa rekayasa politik justru dirasa mendesak. Bagaimana tidak, kasus "oplas" yang dibelokkan menjadi penganiayaan oleh RS kental sekali nuansa politisnya.

RS sebagai pihak oposisi seakan berhadap dengan rezim yang selalu dikritiknya, lalu pihak rezim seakan menemukan "rezeki nomplok" atas kasus RS sehingga terus menerus dijadikan kasus besar, menasional, viral, dan selalu aktual.

Baru sekarang ini soal bohong seseorang yang laris manis menjadi konsumsi politik sehari-hari, dikaitkan dengan banyak hal termasuk urusan-urusan politik yang remeh temeh. Itulah kehebatan (kehajatan?) dunia politik yang sanggup menjatuhkan siapa saja setelah berada di puncak ketinggian.  RS seperti jatuh ketiban tangga lalu mendapatkan penyesalan yang sangat luar biasa.

Saya justru pesimis dengan kasus bohong RS dapat menyeret nama-nama lain jika itu hanya didasarkan atas emosi, ketidaksukaan, kegilaan kuasa, bukan didasarkan kelapangan hati, asas praduga tak bersalah, dan kekuatan akal sehat yang lebih memandang bagaimana terciptanya suatu keadilan dalam masyarakat.

Mengawal Amien Rais berarti bukan sekadar mengawal dirinya pribadi agar dapat bebas dari segala kesalahan, tetapi mengawal proses hukum ke arah jalan seadil-adilnya tanpa berat sebelah. Jangan karena mereka oposisi lalu dijadikan bulan-bulanan oleh rezim yang berkuasa, bagaimana caranya agar para oposisi dibungkam aspirasinya.

Mewujudkan keadilan hukum bagi siapapun memang harus dikawal, karena jika tidak pasti akan terjadi ketimpangan dan kesewenang-wenangan.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Hukum Selengkapnya
Lihat Hukum Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun