Ini bukan soal Wan Abud pedagang musiman yang kesohor di Arab, tapi Syekh Ubed sang pengelola Maktab yang rupanya kurang peka.
Ketika mengantar rombongan jamaah haji dari Arafah ke Muzdalifah plus dari Muzdalifah ke Mina. Konon menurut informasi, Syekh Ubed menyediakan hanya 7 bis untuk mengangkut jamaah secara taradudi, padahal jumlah jamaah satu maktab bisa mencapai kurang lebih 1500 orang!
Terang saja jamaah berjubel di kotak antrian bis takut kehabisan waktu prosesi lempar jumrah di Mina.
Muzdalifah malam itu penuh sesak oleh ribuan manusia bahkan hebatnya, mabit (menginap) yang semestinya cukup sekadarnya sampai lewat tengah malam ternyata di luar dugaan.
Antrean menuju bis pengangkut sudah mengular bahkan suasana keributan antarjamaah bertubi-tubi terdengar. "Sabar ji, jangan nyerobot, ini saya udah 3 jam ngantri!" teriakan jamaah asal Tangerang ke beberapa jamaah Tegal yang terus merangsek memotong jalan.
Banyak emak-emak yang menangis, terkulai lemah, bahkan harus diungsikan untuk istirahat karena tak tahan dengan desak-desakan. Ada pula candaan ringan  pereda kekalutan, lumayan hiburan ringan disaat lelah.
Saya ikut mengantre menuju jalur pengangkutan ke Mina kurang lebih 4 jam, karena baru menjelang subuh terangkut dengan usaha luar biasa. Padahal jadwal melontar dari pihak Maktab untuk kami pukul 3 dini hari waktu Arab Saudi, lewat sudah!
Rupanya Syekh Ubed kecele dengan hanya mempersiapkan 7 bis untuk ribuan penumpang karena selain proses "taradudi" (bolak-balik) Â terhambat karena macetnya jalur menuju Mina yang luar biasa.
Pihak Maktab tak bisa lagi menambah bis, karena bis-bis lain sudah dikontrak oleh jamaah haji lainnya. Akhirnya, pasrah dengan segala sumpah serapah jamaah yang bertebaran di tengah padang Muzdalifah.
Mungkin ini satu-satunya prosesi haji yang tak melibatkan sama sekali petugas PPIH Arab Saudi, kacau balau tak jelas arah. Padahal, di sini nyawa jamaah dipertaruhkan, karena yang darah tinggi atau kolesterol bisa saja menuai masalah.
Lalu, ke mana kira-kira para petugas? Entahlah, karena Armuna sudah sepenuhnya dikelola maktab, lepas dari pengawasan pemerintah Indonesia.