Politik yang remeh-temeh dan profan serasa sangat membingungkan ketika bercampur aduk dengan nuansa sakral yang penuh nilai-nilai kesucian jika digelar di hari Jumat. Jangan-jangan ini sebagai pemanfaatan nilai-nilai sakral Jumat yang sengaja dikaburkan maknanya demi kepentingan-kepentingan segelintir orang yang merongrong kenikmatan dunia. Mungkin ini asumsi saya pribadi, jikapun ada asumsi lainnya yang tak setuju dengan anggapan saya, silahkan saja.
Bagi saya, nilai kesakralan hari Jumat harus tetap dijaga dan dijunjung tinggi sebagai bagian dari tradisi agama yang saya yakini berasal dari firman Tuhan. Dalam keyakinan saya, dipilihnya hari Jumat sebagai hari terbaik dalam rangka introspeksi, sejalan dengan meninggalkan syahwat keduniaan kita dan berhenti sejenak untuk urusan-urusan dunia---termasuk politik---sehingga tetap terjaga kesakralannya.
Lalu, apakah demonstrasi terkait dengan hal profan? Bagi saya jelas, karena dalam kegiatan demonstrasi keluar teriakan-teriakan tuntutan, keinginan, bahkan mungkin umpatan-umpatan dan tak jarang mempersepsikan kebencian kepada salah satu pihak. Jangan memaksakan nilai-nilai agama yang sakral masuk dalam wilayah profan, karena yang terjadi justru pemutarbalikan fakta yang berdampak pada pembodohan masyarakat.
Politik hanyalah hal remeh-temeh dan profan yang memang perlu diperjuangkan, tetapi tak sampai menggusur nilai-nilai kesakralan agama. Lebih baik introspeksi kedalam diri kita sendiri, sudah sejauh mana sisi kemanusiaan kita bermanfaat bagi yang lainnya. Demonstrasilah di hari Jumat kepada dirimu sendiri, hitung kebaikan dan kemanfaatan dirimu sudah sejauh mana diterima orang lain, itulah Jumat berkah untuk muhasabah!
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H