Istilah "Nuzulul Qur'an" tidak lain selalu diperingati melalui berpuasa selama satu bulan penuh di bulan Ramadan. Puasa tidak semata-mata kewajiban yang dibebankan kepada mereka yang beriman mengikuti umat-umat sebelumnya, tetapi puasa di bulan ini sekaligus memperingati hari diturunkannya al-Quran.Â
Memperingati al-Quran berarti setiap manusia diingatkan, bahwa kitab suci ini merupakan petunjuk bagi seluruh manusia (hudan linnaas), sekaligus memperjelas setiap "penanda" didalamnya (wa bayyinatin minal huda) dan juga "pembeda" (furqaan) terhadap kebaikan dan keburukan yang dikawal melalui akal manusia.
Al-Quran yang diturunkan pada satu malam di bulan Ramadan, ternyata telah didahului oleh seluruh kitab suci yang ada sebelumnya, yang juga diturunkan pada malam di bulan yang sama. Mushaf Ibrahim, Taurat, dan Injil juga diturunkan pada malam yang disebut penuh kemuliaan ini. al-Quran memang tidak turun secara keseluruhan di malam bulan Ramadan, tetapi bertahap diturunkan melalui lisan Nabi Muhammad selama 23 tahun.Â
Al-Quran selain teristimewa bagi seluruh umat muslim karena diturunkan dalam bahasa Arab, kitab suci ini sepanjang sejak diturunkannya hingga detik ini, tak ada satu huruf-pun yang berubah, tetap sama dengan aslinya sejak puluhan abad yang lalu. Itulah kenapa, secara filologis, al-Quran adalah satu-satunya kitab suci di dunia paling orisinal, tetap menggunakan bahasa Arab yang masih "asli".
Menarik melihat sejarah diturunkannya al-Quran, terutama kenapa turun dalam bahasa Arab, tidak dengan bahasa lainnya. Menurut catatan sejarah, wilayah Jazirah Arab yang tandus, merupakan wilayah yang diapit dua imperium besar: Romawi dan Persia, tepat disaat kitab suci ini diturunkan.Â
Arab tentu saja tak pernah dijajah oleh bangsa manapun, bahkan terkucil dari dunia peradaban, sehingga wajar bangsa Arab dahulu dikenal sebagai bangsa Jahiliyah (keterbelakangan) dibanding wilayah-wilayah tetangganya. Bahasa Arab tentu saja merupakan bahasa yang masih murni, belum tercampur atau dimasuki unsur-unsur bahasa lain, sehingga penggunaan bahasa al-Quran jelas merujuk pada bahasa Arab yang belum tercampur istilah manapun.
Jika seseorang ingin mempelajari bahasa Arab yang masih orisinal, pelajarilah al-Quran, karena itulah bahasa Arab yang tak tercemar sedikitpun oleh unsur bahasa lainnya. Itulah kenapa, bahasa al-Quran sedemikian kaya makna yang terus menerus dibicarakan sepanjang sejarah peradaban manusia, seakan tak akan pernah ada habisnya. Al-Quran dipelajari secara akademis, digali dan direinterpretasi menjadi kajian-kajian ilmiah oleh beragam disiplin ilmu pengetahuan.Â
Tak hanya model ilmu agama terkait tafsir atau grammatika terhadap ayat-ayatnya, kajian hermeneutika yang "menelanjangi" setiap kata dan kalimat, dikritik, diungkap rahasia-rahasianya telah disajikan dan dibicarakan banyak orang dalam forum-forum internasional.
Kitab suci ini tak pernah kehilangan kesesuaian atau korelativitas dengan berbagai disiplin keilmuan, dari mulai ilmu alam, bahasa, kedokteran, bahkan psikologi dan perubahan-perubahan sosial masyarakat yang terjadi sepanjang sejarah. Al-Quran seakan menyombongkan dirinya dan terbuka untuk dikritik, dibicarakan, didiskusikan, bahkan ada saja yang merendahkan atau menghinakan, semuanya "ditantang" untuk membuat semisal atau merubah al-Quran.Â
Tak ada rasanya satu kekuatan-pun, meskipun seluruh manusia dan jin ini bersinergi untuk membuat semisal kitab al-Quran, niscaya mereka tak akan pernah sanggup. Inilah keistimewaan al-Quran, sebagai bukti nyata bait-bait yang ada merupakan kebenaran yang diturunkan Tuhan secara langsung.
Al-Quran merupakan "kalam Tuhan" yang benar-benar suci, tak ada satupun orang yang sanggup mengotorinya. Terjemahan boleh saja berbeda-beda, menyesuaikan dengan bahasa manusia atau penafsiran boleh saja berlainan antarsatu ahli dengan ahli lainnya, namun teks kalam Tuhan yang suci tak pernah sedikitpun terkotori. Keindahan bahasa al-Quran tak pernah membuat setiap orang bosan membacanya, bahkan surat al-Fatihah merupakan surat yang hampir dibaca setiap hari oleh milyaran umat muslim di seluruh dunia, tanpa ada rasa bosan sedikitpun.Â
Siapa yang bosan membaca al-Quran? Yang ada setiap muslim rindu kembali membacanya, walaupun sekadar satu lembar atau dua lembar kalimat demi kalimat dalam kitab suci al-Quran.
Diakui maupun tidak, kemanapun manusia pergi, ke belahan dunia manapun dirinya berpijak, lantunan ayat-ayat suci al-Quran akan senantiasa sama, dibunyikan dalam bahasa Arab tak ada yang menggantikannya dengan terjemahan atau bahasa lokal. Akan lain jika kitab suci ini tidak diturunkan dalam bahasa Arab, karena bahasa ini sudah pasti jauh-jauh hari akan punah, tergilas bahasa lain yang cenderung hegemonik karena penguasaan atas budaya. Untungnya, al-Quran diturunkan dalam bahasa Arab, sehingga bahasa Arab menjadi terjaga, tak akan hilang dikooptasi bahasa lain yang masuk melalui berbagai macam asimilasi budaya.
Selamat atas hari diturunkannya al-Quran, pada suatu malam di bulan Ramadan yang mulia kepada pribadi sempurna bernama Muhammad. Kalam Tuhan ini dibawa oleh utusan khusus Tuhan bernama Jibril ke Baitul Izzah sebelum kemudian diturunkan ke dunia melalui lisan seorang manusia agung, Muhammad bin Abdullah.Â
Disaat gunung-gunung takut untuk menerima al-Quran karena kedahsyatannya, Muhammad dengan lapang dada menerima ayat demi ayat melalui serangkaan peristiwa yang tak jarang membuat jiwa Nabi Muhammad terguncang. Suara lonceng yang gemerisik dan memekakkan telinga, atau rasa dingin yang teramat sangat seringkali dialami Nabi ketika ayat-ayat suci itu disampaikan oleh Jibril.
Puasa Ramadan merupakan peringatan atas peristiwa diturunkannya al-Quran agar setiap muslim mampu mengingat, meresapi, dan meneladani setiap ajaran agung yang ada di setiap ayatnya. Membacanya merupakan ibadah, terlebih jika memahami, mempraktikannya dalam kehidupan sehari-hari dan mengajarkannya kepada orang lain.Â
Al-Quran dengan demikian tanda (ayat) yang dapat menuntun kita ke jalan yang lurus, bahkan mengungkap rahasia-rahasia kehidupan di seluruh alam raya. "Al-Quran itu ada dalam dada", demikian ungkap Syekh Siti Jenar, sehingga yang terpenting bagaimana kitab suci ini melekat dalam pribadi setiap insan, bukan sekadar yang tertera dan dibaca pada setiap mushaf-nya. Selamat Nuzulul Quran!
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H