Mohon tunggu...
Syahirul Alim
Syahirul Alim Mohon Tunggu... Penulis - Penulis Lepas, Penceramah, dan Akademisi

Penulis lepas, Pemerhati Masalah Sosial-Politik-Agama, Tinggal di Tangerang Selatan

Selanjutnya

Tutup

Kurma Pilihan

Memang, Salat Tarawih Seharusnya di Masjid!

24 Mei 2018   11:42 Diperbarui: 24 Mei 2018   13:44 681
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Saya tentu saja mengapresiasi karena Pemprov DKI membatalkan salat tarawih di Monas dan akan dikonsentrasikan di sekitar komplek Masjid Istiqlal. Salat tarawih disini, tentu saja mengikuti cara NU dengan jumlah rakaat 23 dengan bacaan yang durasinya disesuaikan. 

Dengan jumlah rakaat yang 23 sekalipun, banyak sekali mereka yang mundur setelah 8 rakaat dan memilih kongkow-kongkow di depan masjid dan lebih memilih tidak ikut berjamaah hingga tuntas 23 rakaat. Entah bagaimana jadinya ketika salat tarawih nanti jadi digelar pada 26 Mei lusa nanti, apakah akan dibuat kelompok baru lagi ataukah digabung dengan jamaah lainnya dengan tata cara pelaksanaan, baik penunjukkan imam, bilal, atau petugas penceramah (kultum) mengikuti jadwal Masjid Istiqlal.

Disinilah saya kira, jika ibadah "tercampur" oleh hal-hal lain yang mengikutinya sulit untuk dipandang bernilai kebajikan. Ibadah pada akhirnya malah dimanfaatkan sebagai bentuk "show of force" sekadar menunjukkan eksistensi kepada pihak lain, padahal tanpa ditunjukkan melalui peribadatan formal, nilai persatuan dan kesatuan dapat diraih dengan cara mempererat solidaritas keumatan melalui forum-forum sosial non-formal. 

Apalagi salat tarawih yang dipandang ibadah tathowwu' (suka rela), lalu tiba-tiba seakan menjadi "wajib" karena adanya pihak-pihak tertentu yang memanfaatkan kekuasaan "menggerakkan" orang-orang agar mau salat tarawih. 

Nabi Muhammad saja merasa takut akan salat ini menjadi wajib bagi umatnya, sehingga dirinya lebih sering menjalankannya diwaktu sepertiga malam dalam kesendirian di rumahnya.   

Saya malah khawatir, "proyek" salat tarawih yang digagas Pemprov DKI, malah tak memiliki kemanfaatan sama sekali, selain menghamburkan energi atau materi. Alangkah lebih baik, sekiranya proyek-proyek sosial-keagamaan dibuat lebih berdampak langsung kepada masyarakat, seperti bagi-bagi kitab suci al-Quran gratis kepada musala-musala kecil yang masih sangat membutuhkan. 

Sejauh ini, musala seringkali luput dari perhatian pemerintah, karena lokasinya yang terpojok bahkan tersembunyi jauh dari jangkauan elit. Bukankah Ramadan adalah peringatan turunnya al-Quran? Bukan peringatan salat tarawih? Sebagai bentuk penghormatan terhadap hari lahirnya al-Quran, akan lebih manfaat kiranya pemerintah membuat proyek membagi-bagikan al-Quran.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Kurma Selengkapnya
Lihat Kurma Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun