Mohon tunggu...
Syahirul Alim
Syahirul Alim Mohon Tunggu... Penulis - Penulis Lepas, Penceramah, dan Akademisi

Penulis lepas, Pemerhati Masalah Sosial-Politik-Agama, Tinggal di Tangerang Selatan

Selanjutnya

Tutup

Politik Artikel Utama

Elit Politik, "Politik Elit", dan Ulama

2 April 2018   16:06 Diperbarui: 2 April 2018   23:59 4082
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
sumber: nasional.kompas.com

Belakangan, para elit politik justru seringkali mengumbar pernyataan yang diyakininya sebagai "kebenaran" padahal sama sekali tak ada unsur "kebaikan" didalamnya. Itulah kenapa ada adagium yang sering kita dengar bahwa "kebenaran itu relatif" karena mungkin saja masuk unsur subjektifitas seseorang didalamnya, berbeda dengan "kebaikan" yang tentu saja dapat diterima secara umum dan bersifat universal.

Bagi saya, setiap kebaikan yang diucapkan dalam rangkaian kalimat-kalimat atau dilakukan dalam rangkaian sikap dan prilaku, ibarat pohon yang meneduhkan dengan ranting, cabang, dan daunnya yang sedemikian lebat "menjaga" dan "melindungi" setiap kebaikan yang dihasilkan oleh pohon tersebut. 

Akan lain halnya dengan kalimat-kalimat yang tak ada kebaikan sama sekali didalamnya yang diibaratkan pohon layu dan kering, bahkan akarnya-pun telah rapuh dan hanya menarik untuk diolah menjadi kayu bakar. Saya kira, "tahun politik" ini, semakin sering ditandai oleh sikap aksi dan reaksi yang ditimbulkan para elit, sehingga publik pun pada akhirnya dapat menilai mana yang membawa dampak kebaikan dan mana yang justru mempertajam konflik sehingga timbul keburukan dan kegaduhan.

Politik para elit di palagan kekuasaan semakin tampak banyak bicara dan sedikit bekerja. Anehnya, kitapun nampak menikmati ujaran para elit dibanding apa yang sudah mereka kerjakan selama ini. 

Tak akan pernah ada istilah "istirahatlah kata-kata" seperti yang digaungkan Widji Tukul dalam sekumpulan puisinya, karena bagi elit, banyak bicara adalah "ukuran" cara mereka bekerja, aneh bukan? Pun para ulama sebagai "elit sosial" ikut-ikutan reaktif melakukan "pembelaan politik" dalam ruang-ruang komunikasi publik. Sedikit sekali diantara elit kita yang "diam" mengistirahatkan kata-kata mereka dan tetap fokus untuk bekerja demi kepentingan non elitis yang justru lebih besar.

Saya kira, politik kekuasaan bukanlah "seni berorasi" sekadar mencari pembenaran bagi kelompoknya sendiri, namun lebih mulia dari itu, bagaimana politik dapat menyatukan beragam kepentingan dalam satu kotak kepentingan nasional yang lebih besar. Sangat berbahaya, jika politik hanya sebatas dipahami pada praktik menang-kalah dalam hal kekuasaan yang pada akhirnya jatuh pada persoalan retorika yang buruk demi untuk pemenuhan keuntungan sesaat. 

Jika memang sekadar mengejar kekuasaan, memang alangkah lebih baik para elit pensiun dan kembali ke masyarakat, berbaur dan mencoba memahami apa sesungguhnya keinginan mereka. 

Para elit seperti kehilangan kendali bahkan memutus mata rantai komunikasi "kebawah" karena mereka lebih senang berkomunikasi "keatas". Itulah sebabnya, semakin banyak orang yang tergiur menjadi elit dan ogah kembali pensiun menjadi rakyat, karena cara pandang terhadap kekuasaan yang terlampau menggiurkan.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun