Inilah barangkali, kenapa istilah "mencerdaskan" lebih dipilih oleh para founding fathers kita dibanding "memintarkan" sebagaimana dalam Preambule UUD 1945. Kalimat "mencerdaskan kehidupan bangsa" tidak sebatas mengilhami Konstitusi yang terfokus pada pendidikan dan kebudayaan, tetapi jauh lebih dalam dari semua itu.Â
Kalimat "kehidupan" yang disematkan diantara "mencerdaskan bangsa" jelas terkait dengan seluruh kehidupan, termasuk "mencerdaskan" para penyelenggara negara, rakyat dan seluruh elemen pendukungnya. Inilah sesungguhnya inti dari kemerdekaan yang sesungguhnya, merdeka dari kebodohan dan kepintaran yang merusak.
"Kecerdasan bukan hanya kepintaran, tapi ketulusan dan kejujuran", demikian tulisan Alfian di salah satu kolom opini surat kabar beberapa minggu lalu. Seseorang melakukan korupsi jelas bukan karena dirinya cerdas, tetapi sekadar "pintar" namun tak memiliki ketulusan dan kejujuran. Bukankah koruptor kebanyakan orang-orang berpendidikan tinggi  yang pintar? Ternyata, memang harus diakui, bahwa bekal pendidikan yang diperoleh sejauh ini hanya sanggup menjadikan orang-orang  pintar tetapi gagal membentuk pribadi-pribadi yang cerdas. Bangsa ini telah merdeka 72 tahun yang lalu, tapi hanya merdeka dari penjajahan secara fisik akibat kolonialisme, namun tetap masih terpenjara oleh korupsi dan kebodohan. Â
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H