Mengejar puasa inklusif adalah keharusan agar kita bisa menyingkirkan “lemak-lemak” kotoran yang masih menempel dalam jiwa yang diliputi oleh ambisi-ambisi dan nafsu keduniaan. Sadar ataupun tidak, berpuasa semestinya meneladani sifat-sifat Tuhan, bukan hanya sekadar ritualitas tahunan yang hampir tak merubah karakter apapun dalam diri seseorang. Nilai-nilai humanisme yang ada dalam puasa sejatinya terus diaktualisasikan dan diimplementasikan dalam ruang-ruang sosialitas yang tidak berhenti hanya sebatas pada ritualitas tahunan puasa Ramadan.
Puasa inklusif adalah “jihad melawan nafsu kita sendiri”, meruntuhkan berhala-berhala ekslusivisme yang ada dalam diri kita sendiri, baik kesombongan, ambisi kekuasaan atau segala hal yang lebih banyak mengejar kenikmatan dan keuntungan individual tetapi mengorbankan kepentingan sosial. Sadar akan agungnya nilai-nilai puasa dan mengaktualisasikannya, berarti puasa akan membentuk karakter pribadi seseorang yang berwatak inklusif yang dalam bahasa agama disebut “taqwa”.
Wallahu a’lam bisshawab
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H