Mohon tunggu...
Syahirul Alim
Syahirul Alim Mohon Tunggu... Penulis - Penulis Lepas, Penceramah, dan Akademisi

Penulis lepas, Pemerhati Masalah Sosial-Politik-Agama, Tinggal di Tangerang Selatan

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Siapa Menabur Angin Akan Menuai Badai

6 Februari 2017   13:10 Diperbarui: 6 Februari 2017   13:31 307
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Humaniora. Sumber ilustrasi: PEXELS/San Fermin Pamplona

Tidak menutup kemungkinan bahwa dari pendataan para ulama di Jatim ini akan merambah ke wilayah-wilayah lainnya dengan lebih mudah, karena dari Jatim para ulama yang terdata akan menyebutkan kiai-kiai mana yang memiliki afiliasi atau sanad (mata rantai keilmuan berdasarkan guru-murid). Ketersambungan mata rantai keilmuan berdasarkan sanad justru akan mudah dipetakan oleh penguasa setelah kiai di Jatim diverifikasi,karena pada umumnya, kiai-kiai yang tersebar di seluruh pelosok Nusantara adalah mereka yang sudah terlebih dahulu “mondok” di wilayah Jawa Timur.

Saya kira, semua umat muslim di Indonesia justru akan mempertanyakan, ada apa dengan pendataan para ulama? Apakah para ulama telah membuat keresahan? Atau membuat kegaduhan sehingga perlu diatur dan dibatasi oleh penguasa? Atau sedemikian bahayakah peran ulama sebagai panutan umat di negeri ini? 

Pendataan para ulama yang saat ini sedang dijalankan oleh Kepolisian RI adalah bentuk Islamofobia yang berlebihan para penguasa karena secara tidak langsung menganggap bahwa ulama cukup membahayakan bagi keberlangsungan kondisi kebangsaan dan kenegaraan di negeri ini. Kenapa penguasa tidak mendata saja siapa-siapa yang telah menabur angin di negeri ini? Asumsi saya, memverifikasi sejumlah media yang memiliki muatan-muatan kode etik jurnalistik belumlah cukup, jika tidak diiringi dengan verifikasi terhadap kelompok-kelompok tertentu atau afiliasi politik tertentu yang lebih pro-penguasa.

Pendataan ulama atau verifikasi sejumlah media massa seakan mengingatkan pada masa-masa rezim Orde Baru yang selalu melakukan “screening” terhadap siapapun untuk memutus mata rantai “para pemberontak” agar tidak hidup di negeri ini. Para calon pegawai negeri, militer, kiai, pendidik atau para pelajar yang akan bersekolah ke jenjang yang lebih tinggi akan ada upaya “screening” terlebih dahulu agar diketahui latar belakang mereka, siapa orang tuanya, pernah di organisasi apa, atau pernah berafiliasi dengan politik mana yang justur bertentangan dengan prinsip-prinsip demokrasi yang saat ini sedang dijalankan. Jika memang hal ini sedang dijalankan oleh penguasa saat ini, maka jelas tidak ada bedanya dengan ketakutan rezim Orde Baru yang justru mengingkari nilai-nilai humanisme dan demokrasi. Lalu, siapa yang sebenarnya sedang “menabur angin”?

Sebuah negeri demokrasi, saya kira, bukan negeri yang aman dari kritik, justru negeri dimana para penguasanya selalu siap untuk dikritik dan menerima setiap kritik yang dilontarkan oleh rakyatnya. Kritik justru akan semakin memperbaiki setiap kinerja yang ada, menambah energi semangat untuk tetap senantiasa membangun negeri ini secara bersama-sama. Jika anti-kritik yang dikedepankan, sama halnya dengan sistem besi oligarki yang “memaksakan” setiap keinginan penguasa kepada rakyat tanpa melalui dialog interaktif dengan beragam elemen masyarakat yang ada. Jangan-jangan para penguasa saat ini enggan melepaskan kekuasaannya dan mempertahankan dirinya dengan segala macam hal yang menurut mereka justru dapat melanggengkan kekuasaannya. Bukankah penguasa hanya menjalankan amanat dari rakyat, lalu mengapa harus takut kepada rakyatnya sendiri?   

Wallahu a'lam bisshawab

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun