Mohon tunggu...
Syahirul Alim
Syahirul Alim Mohon Tunggu... Penulis - Penulis Lepas, Penceramah, dan Akademisi

Penulis lepas, Pemerhati Masalah Sosial-Politik-Agama, Tinggal di Tangerang Selatan

Selanjutnya

Tutup

Politik Pilihan

Masih Mentaati Pemimpin

27 Desember 2016   15:04 Diperbarui: 27 Desember 2016   15:10 111
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Politik. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

Bukankah justru dengan demikian mereka sedang “berpolitik” menginginkan “kekuasaan” dipimpin oleh orang-orang yang mereka “sukai” dan mereka dukung sendiri? Fenomena saling membenci justru sudah merambah hingga mereka yang ada di akar rumput dalam masyarakat, sedemikian kuat menghunjam cara pandang mereka terhadap politik dan kepemimpinan yang saat ini ada.

Sebagai seorang muslim, tentu saya tidak lupa tentang bagaimana sejarah penaklukan Kota Mekkah (fathu Makkah) yang dilakukan Nabi Muhammad setelah membangun kekuatan politiknya di Madinah. Mekkah yang saat itu dikuasai oleh para pemimpin pagan dan dzalim—karena ketiadaan keadilan dan kesejahteraan—kemudian dihancurkan dan digantikan oleh kepemimpinan yang berorientasi kesejahteraan dan keadilan sebagaimana yang dibawa oleh misi kenabian Muhammad. 

Peristiwa ini secara politik dimaknai sebagai peruntuhan rezim-rezim yang tidak saleh dan penggantian hirarki-hirarki kekuasaan politik yang tidak sah (unlegitimated). Kita-pun tentu tidak lupa, bahwa tidak ada kekuatan senjata dan pertumpahan darah yang terjadi pada saat terjadinya fathu Makkah oleh Nabi Muhammad, yang ada justru harmonisasi, konsolidasi dan membuat (kembali) aturan-aturan hukum yang lebih berorientasi keadilan dan kesejahteraan.

Bagi saya, taat dan tunduk kepada pemimpin merupakan prasyarat bagi terbentuknya sebuah harmonisasi kehidupan berbangsa dan bernegara. Syarat ketundukan dan kepatuhan tetap berada pada koridor hukum yang berlaku, selama para pemimpin tidak berbuat dzalim kepada rakyat atau melampaui batas sehingga menjauhkan dari prinsip kesejahteraan dan keadilan. Jangan pula berharap para pemimpin ditaati dan dipatuhi warganegaranya jika sudah melenceng jauh dari nilai-nilai kesejahteraan dan keadilan yang sudah lebih dahulu ditetapkan. Hak warganegara adalah mematuhi dan mentaati para pemimpin dan tentu saja kewajiban para pemipin adalah membangun masyarakat yang berkeadilan dan berkesejahteraan.

Wallahu ‘alam bisshawab

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun