Realitas sosial kita saat ini memang terkesan rumit: disatu sisi membutuhkan TIK sebagai model kemudahan interaktif secara sosial yang mudah dan menguntungkan namun disisi lain justru muncul persoalan-persoalan baru yang timbul dan mengganggu stabilitas tatanan sosial yang sudah ada. Oleh karena itu, perlu adanya kedewasaan masyarakat yang ditopang dengan seperangkat regulasi dari pemerintah yang mengatur, membatasi dan mengarahkan teknologi agar lebih memiliki nilai tepat guna dan bermanfaat untuk publik.
Membangun toleransi di era digital sebenarnya tidak hanya terbatas pada toleransi agama atau antarumat beragama, tetapi lebih luas terhadap bagaimana membina kedewasaan masyarakat dalam mencerna beragam informasi yang diperoleh sehingga siap menerima perbedaan pendapat dalam hal apapun. Keberadaan agama justru seharusnya dapat menjadi pengikat yang paling kuat terhadap solidaritas sosial karena adanya “ikatan iman” yang terbentuk diantara para pemeluknya, terlebih di era globalisasi seperti sekarang ini.
Toleransi agama hendaknya dibangun berdasarkan pemahaman terhadap “kesamaan iman” bukan berdasarkan perbedaan pemahaman keagamaan. Perbedaan dalam hal apapun adalah sesuatu yang given dari Tuhan bahkan merupakan sebuah anugerah Tuhan yang diberikan kepada umat manusia. Jika setiap individu dalam realitas sosial dapat menjunjung tinggi setiap perbedaan yang ada, maka toleransi akan lebih mudah dibangun dari sini tanpa tergantung perubahan zaman.
Wallahu a’lam bisshawab
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H