Mohon tunggu...
Syahirul Alim
Syahirul Alim Mohon Tunggu... Penulis - Penulis Lepas, Penceramah, dan Akademisi

Penulis lepas, Pemerhati Masalah Sosial-Politik-Agama, Tinggal di Tangerang Selatan

Selanjutnya

Tutup

Politik Artikel Utama

Mengukur "Positioning" Koalisi Parpol dalam Pilkada Jakarta

13 Agustus 2016   10:15 Diperbarui: 13 Agustus 2016   12:58 1000
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Logo dan nomor urut partai politik peserta Pemilu 2014. Tribunnews.com

Momentum gelaran Pilkada Jakarta nampaknya sudah memperlihatkan diferensiasi kekuatan politik dengan munculnya dua koalisi parpol yang memposisikan dirinya sebagai pengusung masing-masing  kandidat cagub DKI Jakarta. Golkar, Nasdem dan Hanura disatu sisi sudah lebih dulu mendukung pejawat Basuki Tjahaja Purnama (Ahok) yang kemudian mendeklarasikan dirinya dengan menyebut koalisi mereka sebagai “Koalisi Kerakyatan”. 

Sedangkan disisi lain muncul kekuatan koalisi lebih gemuk yang didukung tujuh parpol: PDI-P, Gerindra, PKB, PKS, PAN, Demokrat dan PPP dengan menyebut koalisi mereka dengan “Koalisi Kekeluargaan”. Meskipun koalisi parpol yang disebut terakhir hingga saat ini belum secara resmi menetapkan siapa kandidat yang akan diusung pada kontestasi politik di Ibu Kota nanti. 

Memang terdapat beberapa nama yang sudah semakin menguat dalam benak publik, seperti Tri Rismaharini (Risma), Sandiaga Uno atau Anies Baswedan,  namun keputusan siapa yang akan maju sebagi cagub DKI Jakarta masih harus menunggu restu dan waktu.

Agak sulit ketika menjelaskan mengapa kedua kubu koalisi ini menamakan koalisi mereka dengan nama “kerakyatan” dan “kekeluargaan”. Koalisi Kekeluargaan yang dibentuk oleh tujuh parpol lebih dahulu dideklarasikan sebagai pesaing dari cagub petahana Ahok. Sedangkan Koalisi Kerakyatan yang telah lebih dahulu mengusung Ahok dalam kontestasi politik Jakarta justru belakangan mendeklarasikan nama koalisinya. Bisa jadi kelompok koalisi parpol ini sedang melakukan diferensiasi terhadap positioning mereka dihadapan publik. 

Munculnya istilah “kerakyatan” dan “kekeluargaan” mungkin saja agar publik sebagai konsumen politik dapat lebih mudah mengidentifikasi dan tidak merasa indiference (tidak ada bedanya) karena banyaknya parpol pendukung yang ada. Publik pada akhirnya akan lebih mudah mengalihkan kecenderungan dukungan politiknya kepada kelompok koalisi mana mereka condong.

Sebagaimana halnya dalam dunia marketing, dikenal istilah positioning yakni upaya menanamkan kesan kepada publik mengenai produk atau jasa dari sebuah organisasi atau perusahaan bersangkutan ketika akan menjual produknya. Dengan melakukan aktivitas positioning, konsumen akan lebih mudah mengidentifikasi sebuah produk atau jasa yang dihasilkan dari masing-masing perusahaan tersebut. 

Dalam konteks Pilkada Jakarta, Koalisi Kerakyatan yang disematkan kepada tiga parpol pendukung Ahok seakan ingin memberikan kesan atau image kepada publik bahwa kekuatan politik mereka didukung dan dibangun atas dasar keinginan rakyat, bukan atas dasar keinginan elite parpol semata. 

Sedangkan Koalisi Kekeluargaan yang dibangun oleh kekuatan tujuh parpol juga hendak memberikan positioning sebagi bentuk kedekatan dan kebersamaan seperti dalam keluarga sehingga publik bisa merekam image politiknya bahwa mereka ada, dekat, selalu bersama dan peduli layaknya sebagai sebuah keluarga. Yang jelas, masing-masing dari dua kekuatan koalisi parpol ini melakukan serangkaian aktivitas positioning dalam upaya membentuk serangkaian image politik kepada publik.

Pilkada Jakarta yang tinggal beberapa bulan lagi akan digelar sepertinya menjadi magnet politik bagi siapapun, bahkan hampir seluruh emosi politik seakan tumplek blek di Pilkada Jakarta, padahal Pilkada ini bersifat lokal dan biasanya hanya bisa menarik bagi perpolitikan skala lokal untuk wilayah tertentu saja. 

Meski demikian, sudah tampak jelas semakin mengerucutnya peta kekuatan politik yang dibangun parpol dalam rangka memenangkan kontestasi politik di DKI Jakarta nanti. Lalu bagaimana melihat peluang dua kekuatan koalisi parpol ini dalam Pilkada Jakarta? 

Secara hitung-hitungan politik, rasionalisasinya adalah kubu yang didukung oleh banyak parpol pasti akan mudah memenangkan kontestasi karena kekuatan mesin politik mereka dalam mendulang suara lebih mudah diprediksi dibanding kubu yang didukung oleh kekuatan parpol yang lebih sedikit. 

Tetapi, bisa jadi belum tentu, karena dukungan banyak parpol juga bukan jaminan seluruh mesin politik berjalan efektif, karena Pilkada kali ini digelar secara langsung dan rakyat masing-masing berhak menentukan pilihan. Publik tentunya akan memiliki image sendiri-sendiri terhadap pilihan “produk politik” yang akan ditawarkan nanti.

Fenomena Pilkada DKI Jakarta beberapa tahun yang lalu, memberikan kesan cukup baik mengenai petahana yang dikalahkan oleh kontestan politik lainnya yang relatif baru di DKI Jakarta. Saat itu calon petahana Fauzi Bowo yang didukung banyak parpol dikalahkan oleh Jokowi yang hanya didukung dua parpol, PDI-P dan Gerindra. 

Kedua parpol ini dalam Pilkada DKI Jakarta 2017 berada dalam Koalisi Kekeluargaan yang didukung juga oleh 5 parpol lainnya. Dalam banyak hal, kedekatan PDI-P dan Gerindra sudah terbentuk ketika mereka sama-sama mengusung Jokowi-Ahok pada Pilkada Jakarta 2012 lalu, sehingga kedua parpol yang saat ini tergabung dalam satu koalisi dianggap paling menentukan dalam hal pengusungan pasangan calon kandidat untuk kontestasi politik di Jakarta. 

Alotnya penentuan siapa kontestan yang akan diusung oleh kelompok Koalisi Kekeluargaan, nampaknya terletak pada keputusan kedua parpol ini, PDI-P dan Gereindra. Kedua parpol besar ini nampaknya tidak ingin kehilangan momentum di Pilkada Jakarta, sebagaimana pernah meraih kemenangan ketika keduanya mengusung dan memenangkan pasangan Jokowi-Ahok untuk Jakarta.

Sebagai sebuah aktivitas positioning, PDI-P dan Gerindra sebagai leader dalam Koalisi Kekeluargaan, pasti akan memberikan produk politik terbaik sehingga publik sebagai konsumen politik akan lebih mudah tertarik kepada produk politik yang nanti akan diluncurkannya. Saya kira, nama kandidat yang akan diusung kemudian untuk ikut kontestasi politik di DKI, tidak akan meleset dari harapan rakyat banyak, dan tentunya memiliki banyak kelebihan dari produk politik yang sudah ada sebelumnya.

Jika dulu saja produk politik bersama yang mereka luncurkan, yaitu Jokowi-Ahok dapat memenangkan Pilkada Jakarta walaupun hanya didukung oleh dua kekuatan parpol, maka tidak menutup kemungkinan ketika PDI-P dan Gerindra dengan dukungan lima parpol lainnya bisa mengulang kemenangan serupa ketika Pilkada Jakarta 2012.

Asumsi saya, syarat memenangkan Pilkada Jakarta dalam kekuatan tujuh parpol yang tergabung dalam koalisi dapat dibuktikan dengan aktivitas positioning politik mereka yang jelas, yaitu meluncurkan “produk politik” berupa cagub yang memenuhi ekspektasi banyak pihak bukan mengikuti ego politik parpol terbesar. Koalisi harus mempertimbangkan kandidat yang “paling menjual” dalam image politik publik, bukan sekedar memenuhi unsur pembagian kekuasaan. 

Tujuan politik yang sebenarnya merupakan kebaikan dan kesejahteraan rakyat, tidak hanya sekedar membangun kekuatan hegemoni. Jangan sampai koalisi kemudian hanya meluncurkan produk politik yang biasa-biasa saja, tanpa memiliki daya jual yang lebih tinggi dihadapan publik Jakarta. 

Kekalahan-kekalahan yang terjadi dalam hal kontestasi politik seperti ini biasanya karena kandidat yang diluncurkan ke publik “kurang menjual” dan tidak memenuhi ekspektasi harapan publik. 

Oleh karena itu, pertimbangan rasionalisasi politik dalam melakukan positioning, harus memperhatikan kelebihan dan kekurangan dari produk politik yang sudah “dijual” kehadapan publik, sehingga produk yang nanti akan diluncurkan justru bisa lebih baik.

Wallahu a’lam bisshawab

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun