Tetapi, bisa jadi belum tentu, karena dukungan banyak parpol juga bukan jaminan seluruh mesin politik berjalan efektif, karena Pilkada kali ini digelar secara langsung dan rakyat masing-masing berhak menentukan pilihan. Publik tentunya akan memiliki image sendiri-sendiri terhadap pilihan “produk politik” yang akan ditawarkan nanti.
Fenomena Pilkada DKI Jakarta beberapa tahun yang lalu, memberikan kesan cukup baik mengenai petahana yang dikalahkan oleh kontestan politik lainnya yang relatif baru di DKI Jakarta. Saat itu calon petahana Fauzi Bowo yang didukung banyak parpol dikalahkan oleh Jokowi yang hanya didukung dua parpol, PDI-P dan Gerindra.
Kedua parpol ini dalam Pilkada DKI Jakarta 2017 berada dalam Koalisi Kekeluargaan yang didukung juga oleh 5 parpol lainnya. Dalam banyak hal, kedekatan PDI-P dan Gerindra sudah terbentuk ketika mereka sama-sama mengusung Jokowi-Ahok pada Pilkada Jakarta 2012 lalu, sehingga kedua parpol yang saat ini tergabung dalam satu koalisi dianggap paling menentukan dalam hal pengusungan pasangan calon kandidat untuk kontestasi politik di Jakarta.
Alotnya penentuan siapa kontestan yang akan diusung oleh kelompok Koalisi Kekeluargaan, nampaknya terletak pada keputusan kedua parpol ini, PDI-P dan Gereindra. Kedua parpol besar ini nampaknya tidak ingin kehilangan momentum di Pilkada Jakarta, sebagaimana pernah meraih kemenangan ketika keduanya mengusung dan memenangkan pasangan Jokowi-Ahok untuk Jakarta.
Sebagai sebuah aktivitas positioning, PDI-P dan Gerindra sebagai leader dalam Koalisi Kekeluargaan, pasti akan memberikan produk politik terbaik sehingga publik sebagai konsumen politik akan lebih mudah tertarik kepada produk politik yang nanti akan diluncurkannya. Saya kira, nama kandidat yang akan diusung kemudian untuk ikut kontestasi politik di DKI, tidak akan meleset dari harapan rakyat banyak, dan tentunya memiliki banyak kelebihan dari produk politik yang sudah ada sebelumnya.
Jika dulu saja produk politik bersama yang mereka luncurkan, yaitu Jokowi-Ahok dapat memenangkan Pilkada Jakarta walaupun hanya didukung oleh dua kekuatan parpol, maka tidak menutup kemungkinan ketika PDI-P dan Gerindra dengan dukungan lima parpol lainnya bisa mengulang kemenangan serupa ketika Pilkada Jakarta 2012.
Asumsi saya, syarat memenangkan Pilkada Jakarta dalam kekuatan tujuh parpol yang tergabung dalam koalisi dapat dibuktikan dengan aktivitas positioning politik mereka yang jelas, yaitu meluncurkan “produk politik” berupa cagub yang memenuhi ekspektasi banyak pihak bukan mengikuti ego politik parpol terbesar. Koalisi harus mempertimbangkan kandidat yang “paling menjual” dalam image politik publik, bukan sekedar memenuhi unsur pembagian kekuasaan.
Tujuan politik yang sebenarnya merupakan kebaikan dan kesejahteraan rakyat, tidak hanya sekedar membangun kekuatan hegemoni. Jangan sampai koalisi kemudian hanya meluncurkan produk politik yang biasa-biasa saja, tanpa memiliki daya jual yang lebih tinggi dihadapan publik Jakarta.
Kekalahan-kekalahan yang terjadi dalam hal kontestasi politik seperti ini biasanya karena kandidat yang diluncurkan ke publik “kurang menjual” dan tidak memenuhi ekspektasi harapan publik.
Oleh karena itu, pertimbangan rasionalisasi politik dalam melakukan positioning, harus memperhatikan kelebihan dan kekurangan dari produk politik yang sudah “dijual” kehadapan publik, sehingga produk yang nanti akan diluncurkan justru bisa lebih baik.
Wallahu a’lam bisshawab