Mohon tunggu...
Syahirul Alim
Syahirul Alim Mohon Tunggu... Penulis - Penulis Lepas, Penceramah, dan Akademisi

Penulis lepas, Pemerhati Masalah Sosial-Politik-Agama, Tinggal di Tangerang Selatan

Selanjutnya

Tutup

Politik Pilihan

Propaganda atau Strategi Politik?

24 Juni 2016   13:49 Diperbarui: 24 Juni 2016   13:55 636
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Politik. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

Suatu hari ketika dalam sebuah acara buka puasa bersama, saya ditegur oleh seseorang yang memang aktivis politik dengan mengatakan, “Lo paham gak, sekarang ini KPK kelihatannya sudah ada yang mengendalikan, tidak netral lagi”. Entah apa yang dimaksud, mungkin yang saya tangkap karena banyak pemberitaan yang ramai belakangan menyoal beragam kasus korupsi yang semakin marak, tetapi masih seperti tebang-pilih hanya kasus-kasus tertentu yang diungkap tetapi kasus-kasus lain yang lebih besar seakan tidak terungkap atau dibiarkan tidak diungkap karena dianggap tidak ada unsur korupsi. 

Kondisi yang digambarkan oleh seorang ativis politik, bisa iya bisa tidak, tergantung dari sudut pandang mana kita melihatnya. Jika dipandang dari sudut politik, bisa jadi ini adalah strategi politik yang sengaja di disain menyongsong  Pemilu 2019. Beda jika dilihat dari sudut pandang budaya, mungkin kondisi seperti ini alamiah saja, memang sudah budayanya begitu, tidak bisa lepas dari beragam unsur kepentingan, nilai, norma atau tradisi berpikir masyarakatnya, tidak lepas dari pola patron-klien sejak dahulu.

Memang, disadari atau tidak, dalam setiap kehidupan kompetisi politik tidak ada istilah hitam-putih dimana yang dianggap menang adalah mereka yang paling jujur atau paling benar atau yang paling banyak didukung oleh rakyat. Yang benar hanyalah suara rakyat, vox pupuli vox dei, selama masih murni ketika dihadapkan pada sebuah kompetisi pemilihan, sebelum masuknya propaganda-propaganda atau strategi-strategi politik yang membelokkan arah pilihan rakyat yang sesungguhnya. 

Propaganda atau strategi politik dilakukan oleh mereka yang memiliki banyak informasi tetapi tidak seluruh informasi yang disampaikan kepada rakyat memiliki nilai kebenaran yang kuat. Mereka memberikan bingkai pemahaman informasi kepada rakyat selalu ditumpangi kepentingan, untuk menang dalam pemilihan atau agar untung besar secara materi dalam setiap perhelatan kekuasaan. 

Inilah hebatnya sistem demokrasi, dapat memberikan kekuasaan kepada siapapun asal sesuai dengan prosedur yang ditentukan. Adanya praktek korupsi yang sudah kasat matapun, terkadang selalu disangkal keberadaannya dengan beragam dalih demokrasi.

Dalam sebuah sistem demokratis, rakyat senantiasa mendorong agar negara dapat memunculkan para pemimpin yang bersih dan transparan. Transparansi adalah salah satu bukti bahwa pemerintahan dalam suatu negara itu memiliki cita-cita good governance. Cita-cita luhur ini tentunya akan berdampak pada seluruh keputusan yang harus dilakukan melalui tahapan public discourse terlebih dahulu sebelum betul-betul menjadi sebuah kebijakan. 

Negara tidak dibenarkan sewenang-wenang, misalnya, mencabut aturan-aturan tertentu tanpa melalui persetujuan rakyat. Tetapi perlu ada proses public hearing dengan meminta pendapat rakyat lebih dulu. 

Cita-cita good governance selain ditopang oleh pemerintahan yang bersih dan transparan juga harus didukung oleh media massa yang akuntabel dalam memberikan informasi yang berimbang, bukan informasi yang dibuat berdasarkan pesanan atau kepentingan terhadap sesuatu. Suatu media massa yang akuntabel harus bisa membuktikan dan bila perlu dapat dicek ulang mengenai informasi yang mereka sampaikan.

Pada tahap tertentu, kita seringkali menyaksikan bahwa propaganda sudah menjadi bagian dari strategi politik. Tidak hanya dilakukan oleh media, tetapi oleh pihak-pihak tertentu yang berkeinginan agar propaganda yang mereka jalankan dapat menghalangi akses langsung pada kejadian sebenarnya sehingga informasi yang sampai ke publik sesuai dengan apa yang mereka inginkan. 

Publik pasti sangat paham, betapa informasi yang terjadi mengenai banyak hal seringkali dimunculkan berulang-ulang dan tak jarang malah bergeser dari makna sebenarnya.  

Mereka memang piawai dalam menutupi informasi yang sesungguhnya dan publik-lah yang diarahkan untuk mengikuti kepentingan yang sedang mereka bawa. Propaganda yang tadinya bersifat positif, telah berubah menjadi strategi politik untuk mengangkat atau mengarahkan citra seseorang atau kelompok politik sehingga tidak lagi mengandung kebenaran hakiki.

Melalui propaganda, publik dihadapkan pada sebuah realitas yang telah tersensor atau kenyataan yang telah ditutup kebenarannya. Setiap propaganda tentunya mengandung stereotipe, ini-itu, baik-buruk, kambing hitam, suka dan benci dan seterusnya. Kita pasti sadar sebagai orang berakal bahwa semua sudah ada skenarionya sendiri. 

Segala sesuatu yang ditampilkan di hadapan publik telah diatur sedemikian rupa di balik layar, sehingga yang lebih banyak diketahui publik hanyalah sebuah lingkungan palsu atau semu bukan realita sesungguhnya. Arah dan gerak skenario ini semakin baik ketika media sosial-pun hadir menampilkan realitas semu itu ke hadapan publik. 

Dukungan media sosial dalam menjalankan propaganda bahkan berubah sangat efektif untuk sebuah strategi politik: membuat citra baik, menutup kebobrokan, kebohongan dan mengatur serta mengarahkan opini publik. Perlu diingat, dalam strategi politik selalu menegasikan prinsip hitam-putih, bahkan seringkali berada dalam lorong gelap secara kenyataan. Tak pernah tahu apa sebenarnya yang terjadi, bahkan mereka yang sebagai pelakunya-pun seringkali tidak pernah menyadari.

Akhir-akhir ini kita sedang menyaksikan dominasi propaganda dalam bingkai strategi politik. Lihat saja, dengan propaganda kita diarahkan untuk memahami kesalahan agar menjadi sesuatu yang lazim dilakukan. Korupsi yang merupakan sebuah kesalahan tetapi melalui propaganda dia bisa menjadi hal yang lazim bahkan wajar dilakukan asalkan dijalankan secara prosedural. 

Propaganda cenderung menyingkirkan teknik-teknik kasar yang menyakiti dan sengaja menghilangkan teknik berbohong sehingga seakan-akan dia menjadi sebuah kebenaran di depan publik. Lihat saja, seringkali argumentasi yang mengandung kebenaran dipatahkan oleh teknik jitu sebuah propaganda melalui sebuah kejujuran yang diungkap tetapi sebenarnya semu hanya mengubah teknik berbohong yang dihilangkan. Padahal, kita semua tahu bahwa sebuah propaganda hanya diterapkan di negara-negara yang bersifat otoriter, bukan pada negara modern yang bersifat demokratis.

Di tengah era “propaganda” belakangan ini, suatu “kebenaran” yang muncul dihadapan publik perlu diuji kesejatiannya karena bisa saja dia sebenarnya menyimpan sebuah kesadaran palsu. Publik tetap dituntut harus kritis terhadap informasi apapun yang dibungkus melalui “kebenaran”. Nilai “kebenaran” yang dibungkus propaganda apalagi dijalankan dalam bingkai strategi politik bisa berbelok menjadi sebuah kepalsuan yang justru merusak. Cita-cita yang dibanggakan akan sebuah negara bersih dan transparan sesungguhnya hanyalah sebuah propaganda dan strategi politik untuk mencengkramkan kekuasaan politik satu pihak kedalam sebuah negara dan pemerintahan. 

Dari sinilah kita harus disadarkan, bahwa sesungguhnya kita ini telah terhasut propaganda, dengan membangun kesadaran yang palsu atau berinteraksi dengan lingkungan yang semu, padahal seharusnya kita berada pada sistem yang terang dalam banyak hal tidak perlu ada yang disembunyikan apalagi digelapkan. 

Buatlah yang terang menjadi terang dan menjadi sebuah kebenaran sejati dan yang gelap dimunculkan sehingga bisa dilihat secara lebih terang bukannya ditutupi demi sebuah kepentingan sesaat.

Wallahu a'lam bisshawab

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun