Mohon tunggu...
Syahirul Alim
Syahirul Alim Mohon Tunggu... Penulis - Penulis Lepas, Penceramah, dan Akademisi

Penulis lepas, Pemerhati Masalah Sosial-Politik-Agama, Tinggal di Tangerang Selatan

Selanjutnya

Tutup

Politik Pilihan

Propaganda atau Strategi Politik?

24 Juni 2016   13:49 Diperbarui: 24 Juni 2016   13:55 636
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Politik. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

Melalui propaganda, publik dihadapkan pada sebuah realitas yang telah tersensor atau kenyataan yang telah ditutup kebenarannya. Setiap propaganda tentunya mengandung stereotipe, ini-itu, baik-buruk, kambing hitam, suka dan benci dan seterusnya. Kita pasti sadar sebagai orang berakal bahwa semua sudah ada skenarionya sendiri. 

Segala sesuatu yang ditampilkan di hadapan publik telah diatur sedemikian rupa di balik layar, sehingga yang lebih banyak diketahui publik hanyalah sebuah lingkungan palsu atau semu bukan realita sesungguhnya. Arah dan gerak skenario ini semakin baik ketika media sosial-pun hadir menampilkan realitas semu itu ke hadapan publik. 

Dukungan media sosial dalam menjalankan propaganda bahkan berubah sangat efektif untuk sebuah strategi politik: membuat citra baik, menutup kebobrokan, kebohongan dan mengatur serta mengarahkan opini publik. Perlu diingat, dalam strategi politik selalu menegasikan prinsip hitam-putih, bahkan seringkali berada dalam lorong gelap secara kenyataan. Tak pernah tahu apa sebenarnya yang terjadi, bahkan mereka yang sebagai pelakunya-pun seringkali tidak pernah menyadari.

Akhir-akhir ini kita sedang menyaksikan dominasi propaganda dalam bingkai strategi politik. Lihat saja, dengan propaganda kita diarahkan untuk memahami kesalahan agar menjadi sesuatu yang lazim dilakukan. Korupsi yang merupakan sebuah kesalahan tetapi melalui propaganda dia bisa menjadi hal yang lazim bahkan wajar dilakukan asalkan dijalankan secara prosedural. 

Propaganda cenderung menyingkirkan teknik-teknik kasar yang menyakiti dan sengaja menghilangkan teknik berbohong sehingga seakan-akan dia menjadi sebuah kebenaran di depan publik. Lihat saja, seringkali argumentasi yang mengandung kebenaran dipatahkan oleh teknik jitu sebuah propaganda melalui sebuah kejujuran yang diungkap tetapi sebenarnya semu hanya mengubah teknik berbohong yang dihilangkan. Padahal, kita semua tahu bahwa sebuah propaganda hanya diterapkan di negara-negara yang bersifat otoriter, bukan pada negara modern yang bersifat demokratis.

Di tengah era “propaganda” belakangan ini, suatu “kebenaran” yang muncul dihadapan publik perlu diuji kesejatiannya karena bisa saja dia sebenarnya menyimpan sebuah kesadaran palsu. Publik tetap dituntut harus kritis terhadap informasi apapun yang dibungkus melalui “kebenaran”. Nilai “kebenaran” yang dibungkus propaganda apalagi dijalankan dalam bingkai strategi politik bisa berbelok menjadi sebuah kepalsuan yang justru merusak. Cita-cita yang dibanggakan akan sebuah negara bersih dan transparan sesungguhnya hanyalah sebuah propaganda dan strategi politik untuk mencengkramkan kekuasaan politik satu pihak kedalam sebuah negara dan pemerintahan. 

Dari sinilah kita harus disadarkan, bahwa sesungguhnya kita ini telah terhasut propaganda, dengan membangun kesadaran yang palsu atau berinteraksi dengan lingkungan yang semu, padahal seharusnya kita berada pada sistem yang terang dalam banyak hal tidak perlu ada yang disembunyikan apalagi digelapkan. 

Buatlah yang terang menjadi terang dan menjadi sebuah kebenaran sejati dan yang gelap dimunculkan sehingga bisa dilihat secara lebih terang bukannya ditutupi demi sebuah kepentingan sesaat.

Wallahu a'lam bisshawab

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun