Sebuah keberanian yang patut diapresiasi setelah tim independen dari organisasi Islam Muhammadiyah berhasil mengungkap secara terbuka ke publik tentang kasus kematian Siyono dimana kasus kematiannya janggal dan terindikasi ada unsur rekayasa yang dilakukan pihak kepolisian yang dalam hal ini melibatkan Satuan Detasemen Antiteror 88 (Densus 88).
Hasil otopsi tim relawan independen yang dibentuk Muhammadiyah dalam kasus kematian Siyono justru memiliki perbedaan yang cukup signifikan dengan hasil laporan otopsi yang dikeluarkan oleh pihak kepolisian. Kepolisian mengklaim bahwa kematian Siyono adalah akibat perlawanan kepada petugas saat ia dijemput dalam sebuah perjalanan sedangkan pihak Muhammadiyah menyatakan terdapat unsur penyiksaan, kekerasan dan intimidasi yang diduga dilakukan sebelum Siyono meninggal dunia.
Sejauh ini, Densus 88 yang dibentuk Polri sejak 2004 sejatinya merupakan tim khusus Polri yang telah banyak berjibaku dalam memberantas aksi-aksi terorisme di Indonesia tetapi nyaris luput dari kritikan publik. Kritik-kritik yang ditujukan kepada tim anti-teror ini sudah lama digulirkan publik tetapi banyak kritikan yang “bak hilang ditelan bumi”.
Di sisi lain, evaluasi yang dilakukan internal kepolisian mengenai kinerja Densus88 juga jarang sekali diungkap ke publik sehingga dianggap kurang transparan. Padahal kasus salah tangkap, penyiksaan, intimidasi atau bahkan kematian yang dialami pelaku-pelaku yang terindikasi memiliki keterkaitan dengan terorisme banyak yang diketahui publik, tetapi hampir tidak ada yang “berani” memperkarakannya kembali secara hukum. Padahal, aksi-aksi yang dilakukan Densus 88 yang cenderung “sepihak” dan terkesan “tertutup” sangat mungkin terdapat pelanggaran HAM di dalamnya.
Sebagaimana diketahui, Siyono merupakan warga Klaten, Jawa Tengah yang tewas seusai dijemput oleh Densus 88 pada Selasa (8/3) dan meninggal dua hari kemudian setelah dinyatakan melakukan perlawanan kepada petugas yang mengawalnya. Menurut klaim dari hasil otopsi pihak kepolisian bahwa kematian Siyono diakibatkan pendarahan dibagian belakang kepala akibat benturan benda tumpul.
Setelah kematian Siyono, kepolisian kemudian menyerahkan jenazah Siyono kepada keluarganya, setelah sebelumnya pihak keluarga Siyono dipanggil ke Jakarta dan diberikan “uang” dukacita untuk biaya pengurusan pemakaman Siyono dan untuk keluarga yang ditinggalkan. Agak janggal memang, tidak seperti biasanya, kematian Siyono yang begitu cepat dan pihak kepolisian merespon seraya memberikan uang dengan jumlah yang tidak sedikit kepada keluarga Siyono.
Pihak keluarga Siyono yang tidak puas kemudian meminta bantuan Muhammadiyah agar dapat mengungkap secara jelas kematian Siyono yang sejauh ini dinilai pihak keluarga janggal. Pihak Muhammadiyah kemudian melakukan advokasi menggandeng LSM dan Komnas HAM untuk mengungkap secara terang benderang bagaiman sebenarnya kematian Siyono. Pihak Muhammadiyah kemudian segera membentuk tim independen untuk melakukan otopsi terhadap jenazah Siyono agar simpang-siur mengenai sebab kematiannya dapat terungkap secara jelas ke publik.
Tim Independen dari Muhammadiyah yang menggandeng Komnas HAM kemudian melakukan otopsi terhadap jenazah Siyono pada Minggu (3/4). Hasilnya, justru berbeda dengan hasil keterangan yang diungkap pihak kepolisian. Keterangan hasil otopsi Siyono yang dibeberkan oleh Komnas HAM menjelaskan bahwa Siyono tidak melakukan perlawanan karena tidak ditemukan luka defensif seusai jenazahnya diotopsi.
Hal ini berbeda dengan penjelasan pihak kepolisian bahwa Siyono melawan sehingga petugas melakukan tindakan. Informasi awal yang diungkap ke publik oleh pihak kepolisian mengenai upaya perlawanan sebelum Siyono meninggal ternyata ada upaya “rekayasa” untuk menutupi kematian Siyono sebenarnya.
Pihak Komnas HAM juga membantah bahwa kematian Siyono sebagaimana diungkap pihak kepolisian diakibatkan oleh benturan benda tumpul dibagian kepala belakang. Berdasarkan keterangan sembilan orang ahli forensik independen dari Muhammadiyah dan dibantu satu orang ahli forensik dari kepolisian menyimpulkan bahwa kematian Siyono diakibatkan oleh adanya lima tulang rusuk yang patah.
Anehnya, tim ahli forensik Muhammadiyah menyatakan bahwa jenazah Siyono sebelumnya tidak pernah dilakukan otopsi padahal pihak kepolisian sendiri mengklaim sebab-sebab kematian Siyono dengan jelas ke publik. Jika benar sudah dilakukan otopsi terhadap jenazah Siyono, tentu para ahli forensik juga memberikan keterangan yang tidak berbeda dengan pihak kepolisian.
Terungkapnya sebab kematian Siyono dengan jelas ke publik yang dilakukan Muhammadiyah justru semakin menguak arogansi Densus 88 ditengah upaya serius dalam hal penegakan hukum dan HAM di Indonesia. Arogansi seperti ini justru berimplikasi buruk terhadap upaya penegakan hukum dan para pencari keadilan di negeri ini.
Padahal, citra kepolisian saat ini tengah gemilang dan menunjukkan kinerjanya yang luar biasa, terutama dalam pemberantasan Narkoba. Citra kepolisian yang sedang baik seharusnya tidak dirusak oleh manipulasi-manipulasi atau rekayasa-rekayasa yang justru akan menambah “tamparan” bagi pihak kepolisian. Objektiv dan transparansi seharusnya tetap dikedepankan guna menghindari kecurigaan publik, karena publik saat ini sudah lebih cerdas menilai, mana yang sekedar rekayasa dan mana yang jelas fakta.
Kasus kematian Siyono justru semakin membuka mata publik akan “ketidakadilan” yang dilakukan aparat penegak hukum. Masalah hukum seakan-akan mudah saja hanya diselesaikan dengan cara pemberian uang sebagai bentuk simpati tanpa pertanggunjawaban apa-apa. Seandainya pihak keluarga tidak meminta bantuan pihak lain untuk mengungkap kasus kematian Siyono, maka selesai sudah kasus Siyono dan publik hanya membaca berita kematiannya versi pihak kepolisian. Kendati demikian, kasus ini seharusnya menjadi pelajaran yang sangat berharga bahwa keadilan seharusnya bisa dirasakan oleh siapapun tanpa “tebang pilih”, tanpa “rekayasa” yang justru harus dimulai oleh para aparat penegak hukumnya sendiri.
Wallahu a'lam bisshawab
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H