Pemerintahan Presiden Prabowo Subianto mencatat sejarah baru dengan membentuk Kabinet Merah Putih yang menjadi kabinet terbesar sejak tahun 1966. Total anggota kabinet mencapai 109 orang, terdiri dari 48 menteri, 5 pejabat setingkat menteri, dan 56 wakil menteri.Â
Komposisi ini memunculkan perdebatan di kalangan masyarakat. Efisiensi dan efektivitas pemerintahan menjadi pertanyaan besar di tengah kabinet yang melibatkan begitu banyak pihak.
Kabinet besar mencerminkan ambisi besar. Upaya merangkul berbagai elemen politik dan profesional dilakukan untuk memperkuat stabilitas pemerintahan.
Strategi ini memberikan sinyal politik yang kuat bahwa pemerintahan ini bertujuan menjaga harmoni di tengah dinamika koalisi besar yang mendukungnya.
Sorotan utama tertuju pada kinerja beberapa menteri dalam 100 hari pertama pemerintahan. Natalius Pigai, Menteri Hak Asasi Manusia, mendapat kritik tajam karena kebijakan HAM yang dinilai tidak efektif.Â
Kontroversi juga muncul dari Raja Juli Antoni, Menteri Kehutanan, yang dianggap gagal menangani krisis deforestasi. Kondisi ini menunjukkan bahwa jumlah anggota kabinet tidak selalu berbanding lurus dengan kualitas kinerja mereka.
Apresiasi juga diberikan kepada beberapa menteri, termasuk Nasaruddin Umar dan Sri Mulyani Indrawati. Nasaruddin dinilai berhasil menjaga harmoni keagamaan, sedangkan Sri Mulyani menunjukkan kepemimpinan kuat dalam pengelolaan fiskal.Â
Evaluasi positif terhadap sebagian anggota kabinet menunjukkan potensi besar jika seluruh komponen kabinet bekerja dengan baik.
Penambahan anggota kabinet membawa konsekuensi pada anggaran negara. Gaji, tunjangan, serta fasilitas untuk para menteri dan wakil menteri menjadi beban signifikan. Di tengah keterbatasan anggaran negara, kritik terhadap pemborosan biaya politik menjadi semakin tajam.
Posisi wakil menteri menjadi salah satu elemen yang sering dipertanyakan. Keberadaan mereka dianggap tidak selalu esensial, lebih berfungsi sebagai simbol akomodasi politik dibandingkan peran fungsional.Â
Beberapa kementerian menunjukkan garis kewenangan yang kabur antara menteri dan wakil menteri, yang berpotensi memperpanjang birokrasi tanpa memberikan hasil signifikan.
Koordinasi menjadi tantangan lain dalam kabinet besar. Pengambilan keputusan bisa terhambat oleh risiko tumpang tindih kewenangan. Evaluasi berkala terhadap kinerja setiap menteri dan wakil menteri perlu dilakukan untuk memastikan target kerja tercapai dengan baik.
Reformasi birokrasi menjadi kunci penting untuk menghadapi tantangan ini. Presiden Prabowo Subianto harus memastikan bahwa setiap anggota kabinet memiliki tugas dan tanggung jawab yang jelas.Â
Teknologi digital dapat dimanfaatkan untuk meningkatkan efisiensi dalam koordinasi antar kementerian. Pendekatan ini dapat menjadi solusi untuk mengurangi risiko inefisiensi.
Harapan masyarakat terhadap kabinet ini sangat besar. Pemerintahan yang efektif dan transparan sangat diharapkan untuk menjawab berbagai tantangan, mulai dari ekonomi hingga lingkungan. Akuntabilitas menjadi faktor utama untuk membangun kepercayaan publik.
Kabinet besar memberikan peluang untuk menghadirkan pemerintahan yang inklusif dan responsif terhadap kebutuhan masyarakat. Namun, pembuktian diperlukan untuk memastikan kabinet ini tidak menjadi beban melainkan aset strategis yang mendorong kemajuan Indonesia.
Langkah konkret berupa evaluasi berkala, transparansi anggaran, dan penegakan akuntabilitas menjadi kunci keberhasilan kabinet ini.Â
Dukungan dari seluruh elemen masyarakat juga dibutuhkan untuk mewujudkan pemerintahan yang benar-benar bekerja untuk rakyat.Â
Kabinet besar memiliki tantangan besar, tetapi dengan komitmen yang kuat, tantangan tersebut dapat diubah menjadi peluang untuk membangun Indonesia yang lebih baik.
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI