Mohon tunggu...
Syahiduz Zaman
Syahiduz Zaman Mohon Tunggu... Dosen - UIN Maulana Malik Ibrahim Malang

Penyuka permainan bahasa, logika dan berpikir lateral, seorang dosen dan peneliti, pemerhati masalah-masalah pendidikan, juga pengamat politik.

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Momentum Indeks Kemerdekaan Pers 2024

20 Januari 2025   09:40 Diperbarui: 20 Januari 2025   08:51 17
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Kebebasan Pers Indonesia

Kebebasan pers merupakan indikator vital bagi kesehatan demokrasi suatu negara. Di Indonesia, perjalanan kebebasan pers telah melalui dinamika yang kompleks, mulai dari era Orde Baru hingga periode reformasi dan tantangan kontemporer. Analisis ini akan menyoroti peristiwa pembredelan pers pada tahun 1978 dan membandingkannya dengan kondisi kebebasan pers di Indonesia pada tahun 2024.

Pembredelan Pers 1978: Kontrol Ketat Orde Baru

Pada 20 Januari 1978, pemerintahan Orde Baru di bawah Presiden Soeharto melakukan pembredelan terhadap tujuh surat kabar terkemuka: Kompas, Merdeka, Sinar Harapan, Pelita, Pos Sore, The Indonesian Times, dan Sinar Pagi. Tindakan ini dilakukan melalui instruksi Komando Pemulihan Keamanan dan Ketertiban (Kopkamtib), dengan alasan bahwa pemberitaan media-media tersebut dianggap menghasut rakyat dan dapat merusak wibawa serta kepercayaan terhadap kepemimpinan nasional.

Pembredelan ini bukanlah insiden pertama di era Orde Baru. Sebelumnya, pada tahun 1974, setelah peristiwa Malapetaka 15 Januari (Malari), pemerintah menutup 12 media massa yang dianggap memberitakan isu-isu sensitif yang memicu kerusuhan.

Indeks Kemerdekaan Pers 2024: Penurunan yang Mengkhawatirkan

Memasuki tahun 2024, kebebasan pers di Indonesia kembali menghadapi tantangan serius. Dewan Pers merilis hasil survei Indeks Kemerdekaan Pers (IKP) tahun 2024 dengan skor 69,36, menurun 2,21 poin dari tahun sebelumnya yang mencapai 71,57. Penurunan ini menempatkan kebebasan pers Indonesia dalam kategori "cukup bebas", namun menunjukkan tren yang mengkhawatirkan.

Penurunan IKP ini dipengaruhi oleh beberapa faktor, antara lain:

  • Lingkungan Fisik dan Politik: Tekanan terhadap jurnalis dalam meliput isu-isu sensitif meningkat, termasuk intimidasi dan kekerasan fisik.
  • Lingkungan Ekonomi: Ketergantungan media pada iklan dan kepentingan pemilik modal memengaruhi independensi pemberitaan.
  • Lingkungan Hukum: Penggunaan undang-undang tertentu untuk mengkriminalisasi jurnalis masih menjadi ancaman bagi kebebasan pers.

Kasus Kekerasan terhadap Jurnalis: Ancaman Nyata

Kasus kekerasan terhadap jurnalis masih terjadi. Misalnya, pada Juni 2024, seorang jurnalis bernama Rico Sempurna Pasaribu dan tiga anggota keluarganya tewas dalam kebakaran yang diduga akibat pembakaran terkait liputannya tentang perjudian ilegal yang melibatkan pejabat lokal. Kasus ini menyoroti risiko yang dihadapi jurnalis dalam menjalankan tugasnya.

Perbandingan Era Orde Baru dan Kontemporer

Meskipun metode pengekangan berbeda, esensi kontrol terhadap kebebasan pers masih terasa. Pada era Orde Baru, pemerintah secara langsung memberedel media yang kritis. Saat ini, tekanan terhadap pers lebih halus namun tetap signifikan, seperti melalui tekanan ekonomi, hukum, dan kekerasan terhadap jurnalis.

***

Perjalanan kebebasan pers di Indonesia menunjukkan bahwa meskipun telah terjadi reformasi signifikan sejak era Orde Baru, tantangan terhadap kebebasan pers masih nyata. Penurunan Indeks Kemerdekaan Pers pada tahun 2024 menjadi alarm bagi semua pemangku kepentingan untuk mengambil langkah proaktif dalam melindungi dan memajukan kebebasan pers.

Pemerintah perlu memastikan perlindungan hukum bagi jurnalis dan menindak tegas pelaku kekerasan terhadap insan pers. Media harus menjaga independensi dan integritas dalam pemberitaan, sementara masyarakat sipil diharapkan terus mendukung kebebasan pers sebagai pilar demokrasi yang sehat.

Tanpa komitmen bersama, kebebasan pers di Indonesia akan terus menghadapi ancaman, menghambat peran vital media dalam mengawasi kekuasaan dan menyuarakan kebenaran.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun