Mohon tunggu...
Syahiduz Zaman
Syahiduz Zaman Mohon Tunggu... Dosen - UIN Maulana Malik Ibrahim Malang

Penyuka permainan bahasa, logika dan berpikir lateral, seorang dosen dan peneliti, pemerhati masalah-masalah pendidikan, juga pengamat politik.

Selanjutnya

Tutup

Bahasa Pilihan

Menganalisis Kata "Pecat" di Dunia Sepakbola

6 Januari 2025   16:40 Diperbarui: 7 Januari 2025   06:13 68
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi kata pecat dalam sepakbola. (Sumber: PSSI)

Di media sosial, "pecat" juga sering digunakan secara bercanda. Ketika tim sepak bola kalah, netizen ramai-ramai meneriakkan "pecat pelatih!" walaupun mereka mungkin tidak tahu siapa nama pelatihnya. "Pecat" sudah jadi ungkapan frustrasi kolektif yang entah bagaimana terasa memuaskan.

Antara "Pecat" dan Eufemisme

Namun, ada kalanya "pecat" dianggap terlalu keras, sehingga media mencoba menggunakan kata-kata eufemistik seperti "mengakhiri kerja sama" atau "memutus kontrak." Kedengarannya lebih sopan, tapi kadang malah membingungkan. Misalnya, jika kita membaca, "PSSI mengakhiri kerja sama dengan Shin Tae-yong," orang awam mungkin bertanya-tanya, apakah ini keputusan sepihak? Atau Shin Tae-yong sendiri yang ingin pergi?

Di sinilah "pecat" unggul: tidak ada ambigu. Orang langsung tahu bahwa ini keputusan sepihak, tanpa perlu interpretasi tambahan. Dalam dunia jurnalistik yang mengutamakan kecepatan informasi, kejelasan seperti ini sangat penting.

Ketika "Pecat" Jadi Terkesan Lucu

Sebagai kata yang sering digunakan, "pecat" kadang justru menghadirkan situasi lucu, terutama di media sosial. Bayangkan ada meme yang menampilkan wajah pelatih dengan teks, "Baru kalah dua kali, netizen: Pecat aja!" atau komentar seperti, "PSSI pecat pelatih sebelum sempat mengerti nama pemainnya." Humor seperti ini menunjukkan bagaimana kata "pecat" sudah menjadi bagian dari leksikon sehari-hari kita, terutama di dunia olahraga.

"Pecat" Itu Realistis

Pada akhirnya, kata "pecat" dalam jurnalistik bukanlah sesuatu yang perlu dihindari atau dihaluskan, asalkan digunakan dengan tepat. Kata ini mewakili kenyataan bahwa dalam dunia profesional, ada keputusan sulit yang harus diambil. Dalam kasus Shin Tae-yong, penggunaan kata "pecat" sudah sesuai karena menggambarkan tindakan sepihak dari PSSI.

Sehingga, kata "pecat" tetap memenuhi kaidah objektivitas jurnalistik. "Pecat" adalah kata yang lugas, tetapi tidak selalu menggambarkan cerita lengkap di balik keputusan tersebut. Jadi, sambil menikmati berita, mari kita tetap kritis dan tidak buru-buru menghakimi siapa yang salah atau benar.

Oh, dan satu lagi: kalau Anda membaca berita soal pelatih atau manajer baru, jangan lupa catat tanggalnya. Karena di sepak bola, hari pertama kerja seseorang bisa jadi awal dari hitungan mundur menuju "pecat." Selamat menikmati dramanya!

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Bahasa Selengkapnya
Lihat Bahasa Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun