Peningkatan rasio utang publik terhadap PDB menjadi 79,5% adalah hal yang perlu diwaspadai, tetapi juga harus dilihat dalam konteks yang lebih luas. Sebagai perbandingan, banyak negara dengan ekonomi yang lebih maju memiliki rasio utang yang jauh lebih tinggi. Selama utang digunakan untuk belanja produktif dan dikelola dengan baik, hal ini bukanlah ancaman langsung.
Pemerintah juga telah berupaya menyeimbangkan kebutuhan pembiayaan dengan menjaga stabilitas ekonomi. Salah satu langkahnya adalah diversifikasi sumber pembiayaan melalui Sovereign Wealth Fund (SWF) seperti Indonesia Investment Authority (INA). Selain itu, penerapan thematic bonds seperti yang diusulkan penulis sebelumnya sudah menjadi bagian dari strategi pemerintah untuk menarik investasi berkelanjutan.
APBN dan Kebijakan Fiskal: Lokomotif yang Tidak Boleh Berhenti
Pemerintah mengandalkan APBN ekspansif untuk menjaga pertumbuhan ekonomi di tengah tekanan global. Namun, kritik terhadap alokasi anggaran yang dianggap kurang efisien perlu diterima dengan kepala dingin. Infrastruktur ekonomi, termasuk proyek strategis seperti Ibu Kota Negara (IKN), bukan hanya soal investasi jangka panjang, tetapi juga penciptaan lapangan kerja dan pemerataan pembangunan.
Mengabaikan proyek-proyek besar seperti IKN sepenuhnya bukanlah solusi. Yang diperlukan adalah memastikan bahwa proyek tersebut dikelola secara transparan dan memberikan manfaat nyata. Di sisi lain, pemerintah juga perlu terus memperbaiki efisiensi belanja dengan fokus pada program-program yang langsung menyentuh kebutuhan masyarakat, seperti subsidi energi yang lebih tepat sasaran dan program perlindungan sosial.
Solusi Realistis: Memadukan Jangka Pendek dan Jangka Panjang
Penguatan UKM: Pemerintah perlu mempercepat implementasi kebijakan yang mendukung UKM, termasuk insentif pajak dan akses pembiayaan murah. UKM adalah tulang punggung ekonomi Indonesia dan memiliki kemampuan adaptasi yang tinggi.
Diversifikasi Ekonomi: Ketergantungan pada komoditas harus dikurangi melalui hilirisasi industri dan pengembangan sektor jasa. Kebijakan hilirisasi yang sudah berjalan, seperti di sektor nikel, harus diperluas ke sektor lain.
Optimalisasi Peran SWF: INA harus dimanfaatkan secara maksimal untuk menarik investasi asing dan mengurangi tekanan pembiayaan APBN. Fokus pada proyek-proyek dengan dampak ekonomi jangka panjang yang jelas.
Reformasi Pajak yang Berkeadilan: Pemerintah perlu memastikan bahwa reformasi pajak berjalan efektif dengan menyasar kelompok yang selama ini kurang memberikan kontribusi, seperti pengusaha rente dan sektor informal yang belum terjangkau pajak.
Peningkatan Kualitas SDM: Investasi pada pendidikan dan pelatihan vokasi harus menjadi prioritas utama untuk menciptakan tenaga kerja yang siap menghadapi tantangan ekonomi masa depan.
Optimisme yang Terukur
Ekonomi Indonesia tidaklah "hopeless." Sebaliknya, dengan potensi sumber daya alam dan manusia yang besar, kita memiliki peluang untuk keluar dari tekanan ekonomi global dengan solusi yang realistis dan terukur. Pesimisme berlebihan hanya akan menambah ketidakpastian dan melemahkan kepercayaan. Yang kita butuhkan adalah diskusi yang konstruktif dan kebijakan yang berpihak pada kepentingan bersama, bukan narasi tanpa harapan.