Langkah pertama adalah memilih segmen isi buku yang akan dipresentasikan. Penulis tidak perlu membuka seluruh naskah; cuplikan bab atau ringkasan ide utama sudah cukup.
Setelah itu, penulis dapat mengundang audiens yang relevan, seperti komunitas pembaca, mahasiswa, atau kolega profesional. Formatnya bisa berupa diskusi santai, presentasi formal, atau bahkan sesi online.
Umpan balik dari audiens dapat dikumpulkan melalui diskusi langsung, kuesioner, atau platform digital. Penting bagi penulis untuk mendengarkan dengan pikiran terbuka dan menghindari defensif terhadap kritik.Â
Bagaimanapun, tujuan dari "book preview" adalah menciptakan buku yang lebih baik, bukan mempertahankan ego penulis.
Membangun Tradisi Baru
Jika dikembangkan dengan baik, "book preview" dapat menjadi tradisi baru dalam dunia literasi Indonesia. Tidak hanya membantu penulis menghasilkan karya yang lebih relevan, tetapi juga memupuk budaya diskusi yang lebih inklusif.
Bayangkan jika lebih banyak penulis yang berani membuka karyanya untuk dikritisi sebelum diterbitkan. Kualitas buku Indonesia akan meningkat, dan pembaca akan merasa lebih dihargai karena dilibatkan dalam proses kreatif.
Sebagai langkah awal, para penulis bisa mencoba mengadakan "book preview" di lingkup kecil, seperti komunitas atau kampus. Dari sana, praktik ini bisa berkembang menjadi sesuatu yang lebih besar dan berdampak luas.
Pada akhirnya, "book preview" bukan hanya soal menyelesaikan buku, tetapi juga soal menciptakan karya yang memiliki nyawa---karya yang benar-benar berbicara kepada pembacanya.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H