Mohon tunggu...
Syahiduz Zaman
Syahiduz Zaman Mohon Tunggu... Dosen - UIN Maulana Malik Ibrahim Malang

Penyuka permainan bahasa, logika dan berpikir lateral, seorang dosen dan peneliti, pemerhati masalah-masalah pendidikan, juga pengamat politik.

Selanjutnya

Tutup

Filsafat Pilihan

Membangun Pemikiran Struktural

13 November 2024   13:02 Diperbarui: 13 November 2024   13:07 67
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Dalam studi sosiologi dan filsafat, pola pikir seperti ini dianggap sangat bernilai karena membantu memperjelas relasi kuasa dan kondisi struktural yang tak terlihat oleh mayoritas masyarakat. Seseorang yang menganggap bahwa kualitas hidup bergantung pada pilihan individual saja, misalnya, bisa saja menutup mata pada struktur sosial yang melanggengkan kemiskinan atau ketidakadilan. Kelompok minoritas yang kritis adalah mereka yang mampu melihat bahwa tidak semua orang berada di posisi yang sama, dan tidak semua persoalan bisa diselesaikan dengan jalan pintas.

Menuju Masyarakat yang Lebih Reflektif dan Kritis

Untuk menjadi masyarakat yang mampu memecahkan masalah secara mendalam, kita harus mulai mendorong pola pikir yang lebih reflektif. Pemikiran kritis bukanlah sesuatu yang hadir dengan sendirinya; ia adalah keterampilan yang harus diasah dan dikembangkan. Dalam pendidikan, misalnya, siswa perlu diajarkan bukan hanya untuk menghafal informasi, tetapi juga untuk berpikir kritis tentang bagaimana dan mengapa informasi itu ada. Masyarakat yang cenderung praktis bukanlah masyarakat yang tidak cerdas, namun mereka terbiasa untuk mencari solusi instan, tanpa mempertimbangkan konteks yang lebih luas.

Cara berpikir kritis dan reflektif perlu dipupuk sejak dini. Pendidikan yang hanya berfokus pada hasil dan bukan proses berpikir akan melahirkan generasi yang cepat puas dengan jawaban sederhana. Padahal, dunia ini penuh dengan permasalahan kompleks yang membutuhkan lebih dari sekadar solusi instan.

Menyeimbangkan Praktis dan Struktural

Akan tetapi, keseimbangan antara pemikiran praktis dan struktural juga penting. Tidak semua masalah membutuhkan analisis mendalam, dan tidak semua situasi memerlukan solusi langsung. Memahami kapan kita perlu menggali lebih dalam dan kapan cukup dengan pendekatan praktis adalah keterampilan yang berharga.

Kembali pada lelucon cak Lontong tentang "ada gula ada semut," kita dapat belajar bahwa tidak ada salahnya untuk sejenak berhenti dan memikirkan dari mana asal gula itu. Jika kita ingin membangun masyarakat yang lebih adil dan sejahtera, kita perlu mulai melihat permasalahan dari perspektif yang lebih luas, menyadari bahwa banyak fenomena yang tampak sederhana di permukaan sesungguhnya memiliki latar belakang struktural yang kompleks.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Filsafat Selengkapnya
Lihat Filsafat Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun