Mohon tunggu...
Syahiduz Zaman
Syahiduz Zaman Mohon Tunggu... Dosen - UIN Maulana Malik Ibrahim Malang

Penyuka permainan bahasa, logika dan berpikir lateral, seorang dosen dan peneliti, pemerhati masalah-masalah pendidikan, juga pengamat politik.

Selanjutnya

Tutup

Diary Pilihan

Aku dan Hujan November

6 November 2024   12:00 Diperbarui: 6 November 2024   12:02 27
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Orang-orang dalam lukisan itu berjalan bersama, tetapi mereka tidak benar-benar terlihat terhubung satu sama lain. Mereka semua tampak menuju arah yang sama, namun masing-masing tampak terpisah, terbungkus dalam ruang pribadinya sendiri. 

Itu pun mungkin juga cerminan kehidupanku---aku berjalan bersama banyak orang, bertemu dengan banyak orang, tetapi pada akhirnya, aku tetap merasa ada ruang yang tidak bisa dijangkau oleh orang lain. Apakah itu hal yang buruk? Mungkin tidak. Mungkin justru di sanalah aku bisa menemukan jati diriku, dalam kesendirian yang terselip di tengah keramaian.

Hujan November ini, di balik semua dinginnya, membawa ketenangan tersendiri. Seolah-olah ia memberi waktu dan ruang untuk merenung. Mungkin hujan ini memang datang bukan hanya untuk membasahi tanah, tetapi juga untuk membasuh segala keraguan dan ketakutan yang ada dalam diriku. 

Mungkin, sudah saatnya aku berhenti terlalu bergantung pada payung yang aku pegang selama ini dan mulai membuka diri, mulai membiarkan hujan menyentuhku, menghadapi dunia tanpa perlindungan.

Aku ingin mengingat perasaan ini, perasaan saat aku merenung tentang lukisan itu. Aku ingin menjadikannya bagian dari perjalananku, agar suatu saat aku bisa melihat kembali dan tahu bahwa aku pernah sampai pada titik ini. 

Titik di mana aku berani menanggalkan payungku, berani berjalan di bawah hujan, meski aku tahu ada risiko dingin dan basah. Karena pada akhirnya, mungkin hanya dengan cara inilah aku bisa benar-benar memahami apa artinya menjadi diriku.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Diary Selengkapnya
Lihat Diary Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun