Â
Kasus pelecehan seksual yang melibatkan anak-anak di panti asuhan Darussalam An-Nur di Tangerang menggambarkan bagaimana masyarakat bisa tertipu oleh lembaga yang tampak kredibel di permukaan.Â
Panti tersebut diketahui beroperasi tanpa izin resmi, dan pelaku kekerasan justru adalah pengasuh yang memanfaatkan posisi kepercayaan mereka.Â
Meskipun kasus ini awalnya tidak segera terungkap, laporan dari seorang sukarelawan berhasil membongkar praktik kekerasan seksual yang sebelumnya tidak terlihat jelas oleh masyarakat dan otoritas.
Masyarakat sering kali mempercayai lembaga-lembaga seperti panti asuhan hanya berdasarkan citra luar, seperti penampilan pemimpin panti atau kegiatan sosial yang mereka selenggarakan.Â
Sayangnya, citra religius atau amal yang ditampilkan bisa menutupi praktik buruk di dalamnya.Â
Ketika kejahatan terungkap, masyarakat merasa terkhianati karena tempat yang seharusnya melindungi anak-anak ternyata menjadi sarang kekerasan.Â
Kurangnya pengawasan reguler dan pengetahuan publik tentang cara memverifikasi legalitas panti memperburuk masalah ini.
Cara Mendeteksi Panti Asuhan Kredibel
Untuk menghindari terjebak dengan panti asuhan abal-abal, masyarakat perlu lebih teliti:
1. Verifikasi Legalitas dan Izin Operasional
Pastikan panti asuhan terdaftar di Dinas Sosial atau lembaga terkait dan memiliki izin resmi. Banyak panti ilegal beroperasi tanpa izin, seperti kasus di Tangerang.
2. Akreditasi dan Transparansi Keuangan
Panti asuhan kredibel biasanya bersedia menunjukkan akreditasi dan laporan keuangan yang transparan. Mereka juga menerima kunjungan publik untuk memantau operasional mereka.
3. Sistem Pengawasan Internal
Lembaga kredibel menerapkan kebijakan perlindungan anak dengan pelatihan staf dan penggunaan teknologi seperti CCTV yang dipantau secara berkala untuk mencegah kekerasan seksual.
4. Pelibatan Masyarakat dan Edukasi Anak
Panti asuhan yang baik melibatkan masyarakat dalam pengawasan dan memberikan edukasi kepada anak-anak tentang cara melindungi diri dari kekerasan.
Pemerintah dan masyarakat perlu bekerja sama dalam memperketat pengawasan terhadap panti asuhan dan lembaga sosial. Ini bukan hanya untuk melindungi anak-anak dari kejahatan seksual, tetapi juga untuk memastikan hak-hak mereka sebagai individu yang rentan tetap terjaga.
***
Untuk mencegah kasus serupa, diperlukan langkah konkret dari berbagai pihak, baik pemerintah, masyarakat, maupun lembaga terkait.
Berikut adalah beberapa strategi yang bisa diterapkan agar insiden pelecehan di panti asuhan bisa diminimalisasi:
1. Penguatan Regulasi dan Sanksi Hukum
Kasus di Tangerang menyoroti pentingnya regulasi yang lebih ketat terhadap izin operasional panti asuhan.Â
Kementerian Sosial sudah menyatakan rencana untuk memperketat proses perizinan dan akreditasi, memastikan semua panti terdaftar dan memenuhi standar pelayanan.Â
Selain itu, sanksi tegas terhadap pelaku pelecehan harus diterapkan agar ada efek jera dan kasus seperti ini tidak terulang.
2. Pengawasan Terintegrasi oleh Pemerintah dan MasyarakatÂ
Regulasi yang baik harus disertai dengan pengawasan berkala, baik dari pihak pemerintah maupun masyarakat.Â
Psikolog Veronica Adesla menekankan perlunya peran pemerintah untuk tidak lepas tangan dalam situasi ini.Â
Kerja sama antara Dinas Sosial, komunitas lokal, dan lembaga swadaya masyarakat (LSM) dapat membantu mendeteksi lebih awal tanda-tanda pelanggaran di panti asuhan.
3. Edukasi Publik tentang Pencegahan Kekerasan Seksual
Selain pengawasan, masyarakat perlu dibekali pemahaman mengenai tanda-tanda pelecehan dan bagaimana melaporkannya.Â
Masyarakat bisa melakukan pengecekan izin dan reputasi panti melalui saluran resmi, serta turut aktif melaporkan kejanggalan jika menemukan indikasi kekerasan atau penyalahgunaan wewenang.
4. Pendampingan dan Pemulihan Trauma Korban
Anak-anak yang menjadi korban membutuhkan bantuan psikologis jangka panjang agar bisa pulih dari trauma.Â
Penanganan yang salah bisa mengakibatkan korban mengalami gangguan emosional hingga perilaku menyimpang di masa depan.Â
Lembaga panti asuhan harus bekerja sama dengan psikolog dan tenaga profesional untuk memastikan anak-anak mendapat dukungan yang dibutuhkan.
***
Kasus pelecehan seksual di panti asuhan mengajarkan bahwa kepercayaan publik harus dibangun di atas transparansi dan akuntabilitas, bukan sekadar citra atau niat baik.Â
Masyarakat harus lebih kritis dan teliti dalam memilih lembaga sosial untuk mendonasikan waktu atau dana.Â
Dengan pengawasan yang baik dan regulasi yang kuat, kita bisa mencegah kejadian serupa terulang dan memastikan anak-anak yang seharusnya dilindungi tidak lagi menjadi korban.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H