Mohon tunggu...
Syahiduz Zaman
Syahiduz Zaman Mohon Tunggu... Dosen - UIN Maulana Malik Ibrahim Malang

Penyuka permainan bahasa, logika dan berpikir lateral, seorang dosen dan peneliti, pemerhati masalah-masalah pendidikan, juga pengamat politik.

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Cermat dalam Memilih Panti Asuhan Terpercaya

20 Oktober 2024   17:00 Diperbarui: 20 Oktober 2024   17:04 31
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Polisi memperlihatkan dua pelaku pencabulan, S (49) dan YB (30), kasus di Yayasan Panti Asuhan Darussalam An'nur. (KOMPAS.com/BAHARUDI AL FARISI)

 

Kasus pelecehan seksual yang melibatkan anak-anak di panti asuhan Darussalam An-Nur di Tangerang menggambarkan bagaimana masyarakat bisa tertipu oleh lembaga yang tampak kredibel di permukaan. 

Panti tersebut diketahui beroperasi tanpa izin resmi, dan pelaku kekerasan justru adalah pengasuh yang memanfaatkan posisi kepercayaan mereka. 

Meskipun kasus ini awalnya tidak segera terungkap, laporan dari seorang sukarelawan berhasil membongkar praktik kekerasan seksual yang sebelumnya tidak terlihat jelas oleh masyarakat dan otoritas.

Masyarakat sering kali mempercayai lembaga-lembaga seperti panti asuhan hanya berdasarkan citra luar, seperti penampilan pemimpin panti atau kegiatan sosial yang mereka selenggarakan. 

Sayangnya, citra religius atau amal yang ditampilkan bisa menutupi praktik buruk di dalamnya. 

Ketika kejahatan terungkap, masyarakat merasa terkhianati karena tempat yang seharusnya melindungi anak-anak ternyata menjadi sarang kekerasan. 

Kurangnya pengawasan reguler dan pengetahuan publik tentang cara memverifikasi legalitas panti memperburuk masalah ini.

Cara Mendeteksi Panti Asuhan Kredibel  

Untuk menghindari terjebak dengan panti asuhan abal-abal, masyarakat perlu lebih teliti:

1. Verifikasi Legalitas dan Izin Operasional

Pastikan panti asuhan terdaftar di Dinas Sosial atau lembaga terkait dan memiliki izin resmi. Banyak panti ilegal beroperasi tanpa izin, seperti kasus di Tangerang.

2. Akreditasi dan Transparansi Keuangan

Panti asuhan kredibel biasanya bersedia menunjukkan akreditasi dan laporan keuangan yang transparan. Mereka juga menerima kunjungan publik untuk memantau operasional mereka.

3. Sistem Pengawasan Internal

Lembaga kredibel menerapkan kebijakan perlindungan anak dengan pelatihan staf dan penggunaan teknologi seperti CCTV yang dipantau secara berkala untuk mencegah kekerasan seksual.

4. Pelibatan Masyarakat dan Edukasi Anak

Panti asuhan yang baik melibatkan masyarakat dalam pengawasan dan memberikan edukasi kepada anak-anak tentang cara melindungi diri dari kekerasan.

Pemerintah dan masyarakat perlu bekerja sama dalam memperketat pengawasan terhadap panti asuhan dan lembaga sosial. Ini bukan hanya untuk melindungi anak-anak dari kejahatan seksual, tetapi juga untuk memastikan hak-hak mereka sebagai individu yang rentan tetap terjaga.

***

Untuk mencegah kasus serupa, diperlukan langkah konkret dari berbagai pihak, baik pemerintah, masyarakat, maupun lembaga terkait.

Berikut adalah beberapa strategi yang bisa diterapkan agar insiden pelecehan di panti asuhan bisa diminimalisasi:  

1. Penguatan Regulasi dan Sanksi Hukum

Kasus di Tangerang menyoroti pentingnya regulasi yang lebih ketat terhadap izin operasional panti asuhan. 

Kementerian Sosial sudah menyatakan rencana untuk memperketat proses perizinan dan akreditasi, memastikan semua panti terdaftar dan memenuhi standar pelayanan. 

Selain itu, sanksi tegas terhadap pelaku pelecehan harus diterapkan agar ada efek jera dan kasus seperti ini tidak terulang.

2. Pengawasan Terintegrasi oleh Pemerintah dan Masyarakat 

Regulasi yang baik harus disertai dengan pengawasan berkala, baik dari pihak pemerintah maupun masyarakat. 

Psikolog Veronica Adesla menekankan perlunya peran pemerintah untuk tidak lepas tangan dalam situasi ini. 

Kerja sama antara Dinas Sosial, komunitas lokal, dan lembaga swadaya masyarakat (LSM) dapat membantu mendeteksi lebih awal tanda-tanda pelanggaran di panti asuhan.

3. Edukasi Publik tentang Pencegahan Kekerasan Seksual  

Selain pengawasan, masyarakat perlu dibekali pemahaman mengenai tanda-tanda pelecehan dan bagaimana melaporkannya. 

Masyarakat bisa melakukan pengecekan izin dan reputasi panti melalui saluran resmi, serta turut aktif melaporkan kejanggalan jika menemukan indikasi kekerasan atau penyalahgunaan wewenang.

4. Pendampingan dan Pemulihan Trauma Korban  

Anak-anak yang menjadi korban membutuhkan bantuan psikologis jangka panjang agar bisa pulih dari trauma. 

Penanganan yang salah bisa mengakibatkan korban mengalami gangguan emosional hingga perilaku menyimpang di masa depan. 

Lembaga panti asuhan harus bekerja sama dengan psikolog dan tenaga profesional untuk memastikan anak-anak mendapat dukungan yang dibutuhkan.

***

Kasus pelecehan seksual di panti asuhan mengajarkan bahwa kepercayaan publik harus dibangun di atas transparansi dan akuntabilitas, bukan sekadar citra atau niat baik. 

Masyarakat harus lebih kritis dan teliti dalam memilih lembaga sosial untuk mendonasikan waktu atau dana. 

Dengan pengawasan yang baik dan regulasi yang kuat, kita bisa mencegah kejadian serupa terulang dan memastikan anak-anak yang seharusnya dilindungi tidak lagi menjadi korban.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun