Mohon tunggu...
Syahiduz Zaman
Syahiduz Zaman Mohon Tunggu... Dosen - UIN Maulana Malik Ibrahim Malang

Penyuka permainan bahasa, logika dan berpikir lateral, seorang dosen dan peneliti, pemerhati masalah-masalah pendidikan, juga pengamat politik.

Selanjutnya

Tutup

Parenting Artikel Utama

Setop Sharenting Sekarang Juga!

20 Oktober 2024   15:51 Diperbarui: 24 Oktober 2024   08:53 155
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Kita hidup di zaman di mana setiap momen seakan tidak sah jika tidak dipublikasikan. Foto-foto ulang tahun, hari pertama sekolah, atau sekadar tingkah lucu si kecil seolah wajib menghiasi feed media sosial orang tua. 

Fenomena ini, dikenal sebagai sharenting---gabungan kata "share" dan "parenting"---telah menjadi bagian tak terpisahkan dari keseharian keluarga modern. 

Namun, semakin banyak orang tua dan pakar mulai menyadari, mungkin saatnya kita berkata, "Sudah cukup." Risikonya tidak sepele. 

Apa yang kita unggah hari ini mungkin masih akan ada di internet hingga bertahun-tahun ke depan. 

Setiap foto anak yang terlihat lucu atau membanggakan bagi kita, bisa menjadi sumber rasa malu atau bahkan trauma di masa depan bagi anak kita sendiri. 

Beberapa penelitian dan ahli, termasuk Leah Plunkett, penulis buku Sharenthood, menekankan bahwa risiko ini diperparah dengan berkembangnya teknologi seperti kecerdasan buatan (AI) dan pengenalan wajah. 

Foto-foto anak dapat dengan mudah direplikasi atau dimanipulasi oleh AI untuk tujuan komersial maupun kejahatan siber.

Selain itu, beberapa kasus menunjukkan bahwa foto anak-anak di media sosial dapat memicu pelecehan daring atau bahkan eksploitasi. 

Platform seperti TikTok dan Instagram penuh dengan contoh kasus di mana konten anak mendapat tanggapan tidak pantas, memperlihatkan betapa rapuhnya perlindungan privasi di ranah digital.

Tragisnya, bukan hanya selebritas, tetapi juga anak-anak biasa menjadi korban penyalahgunaan data dan perdagangan anak di media sosial.

Bahkan orang tua paling baik niatnya pun bisa terjebak. Berbagi di media sosial sering kali dilakukan demi mendokumentasikan momen indah atau untuk mendapat dukungan sosial. 

Namun, apakah ini adil bagi anak? 

Ketika kita membagikan setiap momen tanpa persetujuan mereka, kita mengambil hak anak untuk mengontrol citra diri mereka sendiri di masa depan.

Ironisnya, kita sering lupa bahwa anak-anak kita akan tumbuh dewasa dan mungkin menuntut jawaban atas pilihan yang kita buat hari ini.

Jadi, mungkin benar kata pepatah digital yang berkembang akhir-akhir ini: "Sharenting sudah saatnya berakhir." 

Ini bukan hanya soal melindungi anak-anak kita dari bahaya langsung, tetapi juga soal menghormati privasi dan hak mereka untuk memilih apa yang akan dipublikasikan tentang diri mereka. 

Bagaimana jika, di masa mendatang, anak-anak kita merasa tidak pernah diberikan kesempatan untuk menentukan bagaimana mereka ingin dikenang di dunia digital? 

Ini adalah pertanyaan yang kita, sebagai orang tua dan masyarakat, harus mulai renungkan.

***

Berhenti dari kebiasaan sharenting bukan hanya tentang melindungi anak dari risiko seperti pencurian identitas atau pelecehan daring. 

Ini juga menyangkut bagaimana kita, sebagai orang dewasa, belajar mengelola kebiasaan baru di era digital. Media sosial telah menciptakan budaya di mana validasi dan kebanggaan seringkali diukur dari jumlah "likes" dan komentar. 

Dengan berbagi momen anak-anak kita secara online, kita tanpa sadar mengubah mereka menjadi bagian dari "portofolio sosial" yang mungkin lebih banyak mencerminkan kebutuhan kita sendiri daripada kepentingan mereka.

Ada ironi besar di sini. 

Di satu sisi, kita mendambakan dunia yang lebih aman dan menghargai privasi. Namun, di sisi lain, kita terus mengunggah setiap detail kecil tentang anak-anak kita. 

Apa bedanya dengan majalah selebritas yang mengekspos kehidupan pribadi artis demi keuntungan komersial? 

Kita mungkin tidak menghasilkan uang dari unggahan tentang anak kita, tapi apakah ini berarti kita lebih baik dari para paparazzi?

Beberapa orang tua akhirnya mulai menyadari dilema ini dan memutuskan untuk berhenti mengunggah gambar anak-anak mereka, seperti yang dilakukan oleh kreator konten terkenal Kristin Gallant dan Annalee Grace.

Lebih jauh lagi, ada aspek psikologis yang jarang kita pikirkan. 

Anak-anak yang dibesarkan dalam era sharenting mungkin tumbuh dengan kesadaran bahwa setiap momen hidup mereka akan dinilai dan diukur secara publik. 

Ini bisa menciptakan tekanan sosial yang tidak sehat atau mengganggu perkembangan identitas diri mereka. Bagaimana kita bisa mengajarkan anak-anak tentang pentingnya privasi dan batasan jika kita sendiri mengabaikan hal itu sejak awal? 

Keseimbangan antara membagikan kebahagiaan dan melindungi anak bukanlah tugas yang mudah, tetapi itu sangat penting. Lalu, bagaimana jika kita berhenti? 

Berhenti bukan berarti menjadi orang tua yang kurang peduli atau berhenti merayakan momen kebahagiaan anak. 

Berhenti di sini berarti mengalihkan fokus---dari validasi eksternal ke koneksi pribadi. 

Mungkin kita bisa kembali ke metode tradisional, seperti menyimpan foto di album keluarga fisik atau berbagi cerita hanya dengan orang-orang terdekat.

Lebih dari sekadar keputusan teknis, ini adalah pilihan etis: memberikan anak-anak kita kesempatan untuk memulai hidup mereka di dunia digital dengan halaman yang kosong---halaman yang hanya mereka sendiri yang punya hak untuk mengisi.

***

Kita semua mungkin harus bertanya: Apakah dunia benar-benar perlu tahu setiap momen kecil dari hidup anak kita? Jika jawabannya tidak, maka kita tahu apa yang harus dilakukan. 

Era sharenting mungkin sudah berakhir. Sekarang, tugas kita adalah mencari cara baru untuk terhubung dan merayakan kebahagiaan tanpa melibatkan seluruh dunia. 

Mungkin ini adalah langkah kecil menuju bentuk pengasuhan yang lebih bijaksana, lebih intim, dan lebih menghargai hak anak untuk menjadi dirinya sendiri---tanpa ekspektasi dari kita atau dari dunia digital.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Parenting Selengkapnya
Lihat Parenting Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun