Mohon tunggu...
Syahiduz Zaman
Syahiduz Zaman Mohon Tunggu... Dosen - UIN Maulana Malik Ibrahim Malang

Penyuka permainan bahasa, logika dan berpikir lateral, seorang dosen dan peneliti, pemerhati masalah-masalah pendidikan, juga pengamat politik.

Selanjutnya

Tutup

Money Artikel Utama

Subsidi Energi di Indonesia, Belajar dari Kebijakan BBM di Negara Maju

14 September 2024   05:47 Diperbarui: 24 September 2024   07:20 409
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Infografis harga BBM di beberapa negara. (Sumber: iNews.id)

Pada 2024, harga BBM di Indonesia masih terpengaruh oleh fluktuasi pasar global, dan subsidi energi tetap menjadi salah satu pengeluaran besar dalam anggaran negara.

Menurut Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (KESDM), subsidi BBM di Indonesia pada tahun 2023 mencapai Rp130 triliun, naik dari Rp102 triliun pada tahun sebelumnya. 

Subsidi ini, meskipun memberikan stabilitas harga bagi masyarakat, menimbulkan beban yang besar bagi anggaran negara. Ekonom Faisal Basri dalam beberapa kesempatan mengkritik bahwa subsidi BBM lebih banyak dinikmati oleh kalangan menengah ke atas, sementara dampaknya terhadap masyarakat bawah justru minim. 

Data Badan Pusat Statistik (BPS) pada 2022 menunjukkan bahwa 55% subsidi energi di Indonesia dinikmati oleh 30% rumah tangga terkaya. Hal ini menimbulkan pertanyaan tentang efektivitas subsidi BBM sebagai kebijakan yang adil.

Indonesia masih menghadapi masalah ketergantungan pada impor minyak. Menurut Laporan BP Energy Outlook 2024, 70% kebutuhan minyak Indonesia dipenuhi melalui impor, yang berarti negara ini sangat rentan terhadap fluktuasi harga minyak dunia. 

Ini juga menambah beban pada neraca perdagangan dan cadangan devisa. Pada 2023, defisit neraca migas Indonesia mencapai USD 15 miliar, menurut laporan Bank Indonesia. Ini menunjukkan betapa pentingnya diversifikasi energi dan mengurangi ketergantungan pada impor bahan bakar fosil.

Di tengah tantangan ini, ada peluang besar bagi Indonesia untuk memanfaatkan momentum transisi energi global. Pemerintah Indonesia melalui RUU Energi Baru Terbarukan (EBT) berkomitmen untuk meningkatkan penggunaan energi terbarukan hingga 23% pada tahun 2025. 

Beberapa langkah sudah diambil, seperti pembangunan PLTS (Pembangkit Listrik Tenaga Surya) skala besar di berbagai wilayah dan pengembangan biofuel. 

Menurut Data IRENA, Indonesia memiliki potensi 10 kali lipat kapasitas energi surya yang saat ini dimanfaatkan, terutama di wilayah-wilayah seperti Kalimantan dan Sulawesi.

Dalam konteks ini, transisi ke energi terbarukan dapat mengurangi ketergantungan Indonesia pada BBM dan mengurangi beban subsidi. Luhut Binsar Pandjaitan, Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi, pernah menyatakan bahwa investasi asing di sektor energi terbarukan di Indonesia meningkat 30% pada 2023. 

Selain itu, pemerintah juga telah memberikan insentif untuk pengembangan kendaraan listrik, dengan target 2 juta kendaraan listrik beroperasi di jalanan pada 2030. Ini adalah langkah penting dalam mengurangi konsumsi BBM, terutama di kota-kota besar seperti Jakarta dan Surabaya.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Money Selengkapnya
Lihat Money Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun