Sementara itu, Islandia menghadapi tantangan tersendiri. Meski negara ini memiliki sumber daya energi panas bumi yang melimpah, ketergantungan pada impor bahan bakar fosil untuk transportasi membuat harga BBM mereka tetap tinggi.Â
Menurut fakta dari International Energy Agency (IEA), sekitar 70% dari energi Islandia di sektor transportasi masih berasal dari bahan bakar fosil. Ini menunjukkan bahwa meskipun negara memiliki akses ke sumber energi terbarukan untuk pembangkit listrik, tantangan logistik tetap menjadi kendala besar.
Tingginya harga BBM di negara-negara ini memicu transisi energi yang lebih cepat. Pemerintah mendorong masyarakat untuk beralih ke kendaraan listrik (EV) atau energi terbarukan lainnya.Â
Menurut laporan McKinsey & Company (2024), pasar EV di Hong Kong tumbuh 20% per tahun sejak 2020, sebagian besar didorong oleh harga BBM yang sangat mahal.
Dampak Lingkungan dan Solusi Transisi Energi di Negara-Negara dengan Harga BBM Tinggi
Selain dampak ekonomi, tingginya harga BBM di negara-negara seperti Hong Kong, Monako, dan Islandia juga memiliki konsekuensi signifikan terhadap kebijakan lingkungan hidup.Â
Kenaikan harga BBM sering kali dianggap sebagai salah satu cara paling efektif untuk menekan emisi karbon dan mengurangi jejak ekologi negara-negara yang sangat bergantung pada bahan bakar fosil.Â
Joseph E. Aldy, seorang ekonom lingkungan dari Harvard University, dalam studinya pada tahun 2022, menjelaskan bahwa kenaikan harga BBM sebesar 10% dapat menurunkan konsumsi bahan bakar sebesar 2-4% di negara-negara maju. Kebijakan ini bertujuan untuk menurunkan emisi gas rumah kaca, yang menjadi pendorong utama perubahan iklim global.
Di negara-negara seperti Swiss dan Belanda, pajak karbon telah menjadi bagian integral dari kebijakan publik. Menurut data dari European Environment Agency (EEA) pada 2023, Belanda berhasil mengurangi emisi CO sebesar 9,5% dalam 5 tahun terakhir, sebagian besar berkat penerapan pajak BBM yang tinggi.Â
Hal ini mendorong peningkatan investasi dalam energi terbarukan dan infrastruktur kendaraan listrik, yang diperkirakan dapat mengurangi ketergantungan pada bahan bakar fosil hingga 50% pada 2030.
Namun, Liechtenstein dan Monako menghadapi tantangan berbeda. Meskipun harga BBM mereka termasuk yang tertinggi di dunia, keterbatasan ruang dan infrastruktur membuat transisi ke energi terbarukan lebih sulit.Â
Anders Hove, seorang analis energi dari Oxford Institute for Energy Studies, menyatakan bahwa negara-negara kecil ini sering kali bergantung pada energi impor dari negara tetangga dan memiliki tantangan besar dalam membangun infrastruktur energi terbarukan.Â