Ini menjadi kritis terutama ketika individu berusaha untuk mengatur dan menyelaraskan nilai-nilai yang mereka anut dengan tindakan mereka sehari-hari.
Konsep self-regulation yang diuraikan Murphy-Hollies menjelaskan bagaimana individu menggunakan confabulation tidak hanya untuk melindungi citra diri mereka, tetapi juga sebagai sarana untuk memperbaiki diri.Â
Dalam proses ini, individu seringkali menemukan diri mereka dalam situasi yang membutuhkan justifikasi tindakan yang telah dilakukan, walaupun alasan yang diberikan mungkin tidak sepenuhnya akurat atau benar.Â
Namun, melalui interaksi sosial dan umpan balik, mereka mulai memperoleh pemahaman yang lebih baik tentang motivasi dan alasan sebenarnya yang mendorong tindakan mereka.
Menariknya, Murphy-Hollies menyatakan bahwa confabulation tidak selalu menghambat pemahaman diri yang autentik atau menghambat perilaku kebajikan.Â
Sebaliknya, ia dapat berfungsi sebagai katalis yang memicu penyelidikan diri dan introspeksi yang lebih dalam.Â
Hal ini karena confabulation sering kali memaksa individu untuk menghadapi inkonsistensi antara apa yang mereka percayai tentang diri mereka dan realitas perilaku mereka.Â
Dengan demikian, ini memperkuat pentingnya self-regulation di mana individu secara aktif bekerja untuk menyelaraskan tindakan mereka dengan nilai-nilai dan aspirasi moral mereka.
Proses self-regulation ini memerlukan keterampilan dan sikap tertentu yang memungkinkan individu untuk fleksibel dan terbuka terhadap perspektif baru, serta menerima kritik dan masukan dari orang lain.Â
Kemampuan untuk mengatur diri ini penting tidak hanya dalam mengidentifikasi dan memperbaiki kesalahan atau distorsi dalam penilaian diri, tetapi juga dalam mengarahkan perubahan perilaku yang positif yang mendukung praktik kebajikan yang konsisten.
Pada akhirnya, Murphy-Hollies menekankan bahwa kebajikan sejati tidak hanya terletak pada tindakan yang dilakukan tetapi juga pada motivasi dan pemahaman yang mendalam mengenai alasan di balik tindakan tersebut.Â