Hal ini menunjukkan bahwa pendekatan gender di tingkat partai memainkan peran penting dalam bagaimana perempuan dapat maju di dunia politik Indonesia.
Tantangan yang paling signifikan terletak pada penerapan budaya patriarki yang masih kuat, bahkan dalam konteks Islamis, yang sering diasumsikan menjadi penghalang utama.Â
Namun, penelitian Prihatini (2019) menunjukkan bahwa baik partai Islamis maupun pluralis tidak memiliki perbedaan signifikan dalam mematuhi kuota gender 30%.Â
Meski demikian, keduanya gagal dalam memberikan prioritas pada kandidat perempuan di posisi teratas daftar pemilih, terutama dalam sistem proporsional terbuka yang memerlukan modal besar.
Ketimpangan akses modal ini membuat perempuan lebih sulit bersaing di pemilu legislatif.
Perkembangan keterwakilan perempuan di Indonesia masih menghadapi tantangan besar.Â
Meski ada kemajuan dalam beberapa aspek, seperti peningkatan jumlah calon perempuan dan dukungan afirmatif dari partai-partai, kendala struktural seperti patriarki dan sistem politik berbasis uang masih menjadi hambatan utama bagi perempuan untuk mendapatkan posisi yang lebih tinggi di panggung politik.
Perbandingan Keterwakilan Gender dalam Politik di Indonesia dan Luar Negeri
Jika kita bandingkan dengan perkembangan di negara-negara lain, Indonesia masih tertinggal dalam hal efektivitas kebijakan keterwakilan gender dalam politik.Â
Di negara-negara maju seperti Swedia, Norwegia, dan Finlandia, keterwakilan perempuan di parlemen sering kali mencapai lebih dari 40%.Â
Hal ini didukung oleh sistem proporsional yang lebih terstruktur dan dukungan finansial serta politik yang lebih inklusif terhadap perempuan.Â
Di Indonesia, meski undang-undang telah ada untuk mendorong keterwakilan perempuan, pelaksanaannya sering kali terganjal oleh faktor-faktor budaya dan struktural yang mengakar kuat.