Â
Dinamika Perkembangan Keterwakilan Perempuan di Indonesia
Isu keterwakilan perempuan dalam politik telah menjadi topik sentral di Indonesia, terutama menjelang Pilkada Serentak 2024.Â
Meski adanya affirmative action yang telah diterapkan sejak 2004 melalui kuota 30% untuk keterwakilan perempuan di parlemen, implementasinya masih jauh dari sempurna.Â
Data dari Provinsi Nusa Tenggara Timur menunjukkan adanya peningkatan signifikan dalam keterwakilan perempuan di Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) dengan peningkatan 100% pada Pemilu 2014 dibandingkan 2009 (Jovani, 2020). Namun, target kuota 30% masih belum terpenuhi di berbagai daerah lainnya.
Secara sistemik, undang-undang politik di Indonesia, seperti Undang-Undang Partai Politik dan Undang-Undang Pemilu, telah memberikan akses bagi perempuan untuk ikut serta dalam kontestasi politik.Â
Namun, dari perspektif analisis gender, kebijakan ini belum optimal dalam hal memberikan kontrol dan manfaat yang setara bagi perempuan (Erlina & Normadilla, 2020).Â
Ketimpangan ini terlihat dalam kegagalan mencapai indikator kontrol dan manfaat yang seharusnya dicapai melalui legislasi yang lebih berpihak pada kesetaraan gender.
Namun, di balik optimisme akan kuota gender, tantangan yang lebih mendalam masih menghalangi kemajuan yang signifikan.Â
Seperti yang diungkapkan dalam penelitian oleh Sihidi, Khanifah, dan Romadhan (2019), di Malang, perbedaan ideologi politik partai-partai besar seperti PDIP dan PKS mencerminkan pendekatan yang berbeda dalam memajukan perempuan di panggung politik.Â
PDIP, meskipun inklusif dalam memilih kandidat berdasarkan kompetensi dan jaringan sosial, masih lemah dalam program pemberdayaan perempuan.
Sebaliknya, PKS, meski berakar pada budaya patriarkal, memiliki lebih banyak kader inti perempuan dan program pemberdayaan yang terintegrasi.Â