Habibie pernah mengemukakan pandangan filosofisnya dengan kalimat yang menggugah: "berawal dari yang akhir, berakhir dari yang awal".Â
Dalam sebuah wawancara yang penuh introspeksi, Prof. BJUngkapan ini tidak hanya mencerminkan paradoks, tetapi juga menyentuh inti dari pemahaman kita tentang waktu dan eksistensi.
Pada dasarnya, ungkapan Habibie mengajak kita untuk memikirkan kehidupan sebagai siklus yang terus menerus, di mana akhir dan awal tidak terpisahkan, melainkan saling terkait dalam lingkaran waktu yang abadi.Â
Ini mirip dengan konsep 'Ouroboros' dalam mitologi kuno, simbol ular yang menggigit ekornya sendiri, yang melambangkan kesinambungan, keseluruhan, dan siklus kehidupan yang tak berujung.
Dalam konteks filosofis, pandangan ini menantang kita untuk mempertimbangkan ulang cara pandang kita terhadap waktu.Â
Biasanya, kita memandang waktu sebagai garis lurus yang terentang dari masa lalu menuju masa depan.Â
Namun, jika kita memulai dengan 'akhir', kita dipaksa untuk melihat masa depan sebagai titik awal, dan masa lalu sebagai kesimpulan dari cerita yang belum terjadi.Â
Ini memutarbalikkan pemahaman konvensional kita dan memberikan perspektif baru tentang bagaimana keputusan dan tindakan masa depan bisa membentuk pemahaman kita tentang masa lalu.
Filsuf Yunani, Heraclitus, mengatakan bahwa "tidak ada yang tetap kecuali perubahan".Â
Dalam konteks Habibie, ini berarti bahwa setiap akhir yang kita capai dalam hidup sebenarnya adalah awal dari sesuatu yang baru.Â
Setiap kesudahan membuka pintu untuk awal yang baru, dan sebaliknya, setiap permulaan sudah mengandung benih-benih akhirnya sendiri.