Pendidikan STEM yang humanistik dan inklusif tidak hanya merupakan kebutuhan tetapi juga suatu kewajiban moral dalam era yang mengedepankan keberagaman dan inklusi.Â
Perspektif ini semakin relevan ketika mempertimbangkan tantangan dan hambatan yang dihadapi oleh siswa berkebutuhan khusus dalam lingkungan pendidikan yang sering kali didominasi oleh paradigma yang kaku dan eksklusif.
Pendidikan STEM yang inklusif harus memperluas definisi keberhasilan dan pencapaian akademik untuk mencakup berbagai cara belajar dan berinteraksi dengan materi pelajaran.Â
Hal ini tidak hanya memperkaya pengalaman belajar untuk siswa berkebutuhan khusus tetapi juga untuk seluruh komunitas belajar, mengingat setiap individu memiliki cara belajar yang unik.
Penelitian menunjukkan bahwa pendekatan yang berfokus pada kekuatan dan minat siswa, bukan hanya keterbatasan mereka, dapat meningkatkan motivasi dan hasil belajar.Â
Ini berarti lembaga pendidikan harus menyediakan sumber daya yang memadai dan pelatihan bagi para pendidik untuk menerapkan metode pembelajaran yang beragam dan adaptif, yang tidak hanya mendukung siswa berkebutuhan khusus tetapi juga merangkul keunikan setiap siswa.
Selain itu, kolaborasi antara siswa dengan dan tanpa kebutuhan khusus dalam proyek dan aktivitas grup dapat mempromosikan pemahaman dan empati, mengurangi stigma, dan memperkuat komunitas belajar yang mendukung.Â
Lingkungan yang inklusif seperti ini bukan hanya memperkaya pengalaman belajar tetapi juga mengajarkan nilai-nilai penting seperti keberagaman, inklusi, dan keadilan sosial.
Namun, tantangan tetap ada, terutama dalam mengintegrasikan kebutuhan siswa berkebutuhan khusus dengan tuntutan kurikulum yang sering kali rigid.Â
Oleh karena itu, penting bagi para peneliti dan praktisi pendidikan untuk terus mendorong batas-batas pengetahuan kita tentang cara terbaik mengajar dan belajar dalam pendidikan STEM.Â