Mohon tunggu...
Syahiduz Zaman
Syahiduz Zaman Mohon Tunggu... Dosen - UIN Maulana Malik Ibrahim Malang

Penyuka permainan bahasa, logika dan berpikir lateral, seorang dosen dan peneliti, pemerhati masalah-masalah pendidikan, juga pengamat politik.

Selanjutnya

Tutup

Worklife Artikel Utama

Menggagas Kebijakan "Hak Menyambung" di Indonesia

21 Agustus 2024   06:27 Diperbarui: 21 Agustus 2024   13:13 318
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi 'Hak Menyambung'. (Sumber: Pexels/Vlada Karpovich)

Memahami Pentingnya Hak Menyambung dalam Konteks Indonesia

Di Indonesia, konsep 'hak menyambung' atau 'right to switch off' yang memungkinkan pekerja untuk memutuskan sambungan dari tugas-tugas kerja di luar jam operasional resmi belum menjadi peraturan umum, namun kebutuhannya semakin dirasakan di tengah gaya hidup yang serba cepat dan terdigitalisasi. 

Inisiatif ini bertujuan untuk memberikan ruang bagi pekerja untuk benar-benar beristirahat dari pekerjaan dan memperoleh keseimbangan antara kehidupan kerja dan pribadi yang lebih sehat.

Dalam banyak perusahaan di Indonesia, terutama di sektor teknologi dan layanan, budaya kerja tanpa batas waktu sering kali membebani pekerja dengan ekspektasi untuk selalu tersedia, bahkan di luar jam kerja resmi.

Ini mengakibatkan stres dan kelelahan kerja yang dapat berdampak negatif pada produktivitas serta kesehatan mental dan fisik pekerja.

Salah satu model yang bisa diadopsi Indonesia adalah mengikuti langkah-langkah yang telah diterapkan di negara-negara seperti Inggris, Prancis dan Spanyol, di mana undang-undang telah memberlakukan hak ini dengan ketentuan yang jelas, memberikan pekerja kebebasan untuk tidak merespons komunikasi kerja di luar jam kerja yang telah ditentukan.

Model seperti ini tidak hanya menghormati waktu pribadi pekerja tapi juga mendukung peningkatan produktivitas dalam jangka panjang.

Namun, tantangan implementasi di Indonesia mungkin berbeda karena perbedaan dalam struktur industri dan ukuran perusahaan.

UKM di Indonesia, misalnya, sering kali membutuhkan fleksibilitas lebih dari pekerjanya karena sumber daya yang terbatas. 

Oleh karena itu, kebijakan semacam ini perlu dirancang dengan mempertimbangkan konteks bisnis lokal, mengakomodasi kebutuhan spesifik dari berbagai sektor dan ukuran perusahaan tanpa menghambat operasional perusahaan tersebut.

Kebijakan 'hak menyambung' di Indonesia juga harus melibatkan dialog antara serikat pekerja, perusahaan, dan pemerintah untuk menciptakan kerangka kerja yang adil dan efektif.

Hal ini penting untuk memastikan bahwa semua pihak mendapatkan keuntungan dari keseimbangan kerja yang lebih baik dan mendukung pertumbuhan ekonomi yang berkelanjutan di negara ini.

Melalui pengadopsian kebijakan ini, Indonesia dapat mengambil langkah proaktif untuk menjamin kesejahteraan pekerja dan memperkuat budaya kerja yang mendukung produktivitas dan inovasi tanpa mengorbankan kesehatan dan kebahagiaan pekerjanya.

Implementasi yang sukses akan membutuhkan komitmen dari semua pihak untuk mengadopsi praktik kerja yang lebih sehat dan berkelanjutan.

Menyusun Kebijakan Hak Menyambung: Pendekatan Multi-Sektoral untuk Indonesia

Penerapan 'hak menyambung' di Indonesia memerlukan kerjasama antarsektor yang melibatkan pemerintah, perusahaan, dan serikat pekerja untuk merumuskan kebijakan yang tidak hanya mendukung keseimbangan kerja-hidup yang lebih baik, tetapi juga memperhatikan kebutuhan dan tantangan unik yang dihadapi oleh setiap industri.

Langkah ini vital untuk memastikan bahwa kebijakan ini membawa dampak positif yang luas dan inklusif.

Dari perspektif pemerintah, perlu ada kerangka regulasi yang jelas dan fleksibel yang mendukung kebijakan ini.

Hal ini mencakup penyediaan panduan kepada perusahaan tentang bagaimana menerapkan aturan ini dengan cara yang menghormati hak pekerja sambil tetap memungkinkan adaptasi dengan kebutuhan bisnis. 

Peraturan ini bisa meniru model dari negara-negara yang telah sukses menerapkan kebijakan serupa, seperti di Belgia dan Irlandia, di mana undang-undang telah menetapkan hak untuk tidak terhubung sebagai bagian dari praktik kerja yang sah.

Untuk perusahaan, penting untuk mengembangkan kebijakan internal yang tidak hanya memenuhi syarat hukum tapi juga mendukung kesejahteraan pekerja.

Ini termasuk pembuatan perjanjian yang jelas tentang waktu bekerja dan waktu istirahat, dan penggunaan teknologi untuk memastikan bahwa batasan ini dihormati. 

Misalnya, pengaturan sistem email atau komunikasi lain yang membatasi pengiriman pesan di luar jam kerja resmi, yang sudah diterapkan di beberapa negara Eropa.

Dari sisi serikat pekerja, peran mereka adalah vital dalam memastikan bahwa suara pekerja didengar dan dipertimbangkan dalam perumusan kebijakan ini. 

Serikat pekerja harus aktif dalam negosiasi untuk mengembangkan kebijakan yang adil dan efektif, memastikan bahwa hak-hak pekerja dilindungi tanpa menghambat fleksibilitas yang diperlukan oleh perusahaan untuk beroperasi secara efektif.

***

Akhirnya, implementasi yang berhasil dari 'hak menyambung' di Indonesia akan tergantung pada kemampuan semua pihak untuk bekerja bersama dalam mengembangkan kebijakan yang menghormati hak pekerja untuk istirahat dan pemulihan, sambil menjaga kebutuhan operasional dan produktivitas perusahaan.

Pendekatan ini tidak hanya akan memperbaiki kualitas hidup pekerja tapi juga, pada akhirnya, akan meningkatkan produktivitas dan pertumbuhan ekonomi secara keseluruhan.

Dengan langkah-langkah ini, Indonesia dapat menetapkan standar baru dalam keseimbangan kerja-hidup yang menguntungkan semua pihak dan mendukung pembangunan ekonomi yang berkelanjutan dan inklusif.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Worklife Selengkapnya
Lihat Worklife Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun