Christina akhirnya kembali setahun kemudian dengan suami baru dan seorang anak yang ternyata adalah anak Benjamin. Hati Benjamin hancur mengetahui bahwa Christina terpaksa menikah dengan Klaus, seorang pria yang menerima kehamilannya dan siap membesarkan anak mereka sebagai anaknya sendiri. Christina mengirim surat pendek kepada Benjamin, meminta agar dia tidak mencoba menghubunginya lagi.
Benjamin melanjutkan studinya di Harvard Law School, berusaha melupakan Christina dan fokus pada karier hukumnya. Dia memiliki banyak teman dan hubungan, tetapi tidak ada yang bisa menggantikan tempat Christina di hatinya. Setelah lulus, Benjamin bekerja di firma hukum terkenal di Toronto, berharap dapat memulai hidup baru jauh dari kenangan menyakitkan di Montreal.
Kesimpulan dan Pengorbanan
Saat bekerja di Toronto, Benjamin tidak bisa sepenuhnya melupakan Christina. Suatu pagi, dia melihat Christina di seberang jalan, berdiri di halte bus bersama seorang anak kecil yang diyakini adalah putranya, Nicholas. Meskipun terkejut, dia tidak segera mendekati mereka. Selama beberapa hari berikutnya, Benjamin mencoba menemukan mereka lagi, tetapi selalu gagal. Suatu hari, dia melihat Christina memasuki sebuah toko pakaian mewah, dan dia akhirnya mengetahui bahwa Christina bekerja di sana.
Benjamin memberanikan diri mengirim surat kepada Christina, memintanya untuk bertemu di sebuah hotel. Christina setuju, dan mereka bertemu di lounge hotel. Pertemuan ini penuh dengan emosi, dan Christina mengungkapkan bagaimana dia dipaksa menikah dengan Klaus dan menjalani kehidupan yang penuh kepura-puraan. Mereka mulai menjalin kembali hubungan, meskipun Christina masih terikat dengan Klaus.
Tak lama kemudian, Christina mengungkapkan bahwa dia hamil lagi, kali ini dengan anak Benjamin. Mereka memutuskan untuk menghadapi segalanya bersama. Christina meminta cerai dari Klaus, dan mereka menikah segera setelah perceraian final. Sayangnya, bagian dari kesepakatan cerai adalah bahwa Klaus mendapatkan hak asuh Nicholas dan melarang Benjamin untuk bertemu dengan putranya sebelum usia 21 tahun.
Meskipun demikian, Benjamin dan Christina menjalani kehidupan yang bahagia bersama. Mereka menantikan kelahiran anak mereka, Deborah. Namun, kebahagiaan mereka singkat karena Christina meninggal saat melahirkan akibat komplikasi yang telah diperingatkan dokter. Benjamin hancur, tetapi berusaha kuat demi putrinya. Namun, takdir berbuat kejam lagi ketika Deborah juga meninggal beberapa jam setelah kelahirannya.
Benjamin, yang tak bisa menahan kesedihan dan rasa bersalah, menulis surat terakhir kepada ayahnya, sang Rabbi. Dia menjelaskan rasa cintanya yang mendalam pada Christina dan Deborah, serta keputusannya untuk tidak melanjutkan hidup tanpa mereka. Benjamin mengungkapkan keinginan terakhirnya untuk dimakamkan bersama istri dan anaknya, dengan harapan bahwa kisah cinta mereka dapat menjadi pelajaran tentang cinta dan pengorbanan.
Rabbi tua itu membaca surat putranya setiap hari selama sepuluh tahun terakhir, merasa bersalah atas intoleransinya di masa lalu. Dia menyadari bahwa cinta dan pengampunan adalah hal terpenting dalam hidup, dan menyesal tidak bisa melihat cucunya tumbuh. Surat Benjamin menjadi pengingat pahit akan konsekuensi dari prasangka dan pentingnya penerimaan dan cinta tanpa syarat.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H