Dalam konteks ini, kebijakan pendidikan dan kebijakan tenaga kerja harus saling terintegrasi. Pendidikan vokasional dan pelatihan berbasis keterampilan dapat menjadi instrumen penting untuk mengurangi proporsi lapangan kerja informal.Â
Pemerintah perlu memprioritaskan dan mengalokasikan sumber daya lebih besar untuk program-program ini, khususnya yang ditujukan untuk kelompok masyarakat dengan latar belakang pendidikan rendah.
Selain itu, penting untuk memperkuat sistem pendidikan non-formal dan informal yang dapat menjangkau lebih banyak orang yang tidak memiliki akses ke pendidikan formal. Program pembelajaran seumur hidup dan peningkatan keterampilan, yang diintegrasikan dengan kebutuhan industri saat ini, dapat membantu pekerja transisi dari sektor informal ke formal, sambil meningkatkan kesejahteraan dan stabilitas ekonomi mereka.
Kebijakan yang inklusif dan adaptif ini tidak hanya akan mengurangi ketergantungan pada lapangan kerja informal tetapi juga akan memberikan peluang yang lebih besar bagi individu untuk meningkatkan kualitas hidup mereka melalui pekerjaan yang lebih stabil dan berkelanjutan.
Strategi dan Kebijakan untuk Mendorong Transisi dari Lapangan Kerja Informal ke Formal
Menghadapi tantangan yang diungkap oleh data tahun 2021-2023 terkait proporsi lapangan kerja informal di Indonesia, memerlukan serangkaian strategi dan kebijakan yang komprehensif.Â
Strategi ini harus dirancang untuk tidak hanya menangani masalah saat ini tetapi juga mendorong transisi jangka panjang dari lapangan kerja informal ke formal, sehingga menciptakan ekosistem ekonomi yang lebih resilien dan inklusif.
Pertama, perluasan akses ke pendidikan dan pelatihan yang relevan merupakan langkah krusial.Â
Seperti yang telah dibahas, peningkatan kualitas pendidikan dan pelatihan vokasional dapat memfasilitasi integrasi pekerja informal ke dalam ekonomi formal. Pemerintah harus bekerja sama dengan lembaga pendidikan dan industri untuk memastikan bahwa kurikulum dan pelatihan yang ditawarkan selaras dengan kebutuhan pasar kerja yang terus berubah.
Kedua, penguatan perlindungan sosial untuk pekerja informal. Ini termasuk memperluas cakupan asuransi kesehatan, pensiun, dan asuransi kecelakaan kerja untuk pekerja informal.Â
Kebijakan seperti jaminan sosial universal, yang tidak diskriminatif terhadap jenis pekerjaan, akan penting dalam mendorong pekerja informal merasa lebih aman untuk beralih ke pekerjaan formal tanpa kehilangan jaring pengaman sosial.
Ketiga, perbaikan regulasi dan pemantauan pasar kerja informal. Kebijakan harus mengarah pada penciptaan kondisi kerja yang adil dan etis di semua sektor, termasuk informal. Hal ini bisa melibatkan reformasi hukum tenaga kerja untuk menjamin bahwa pekerja informal mendapatkan hak-hak mereka seperti layaknya pekerja formal, termasuk upah yang adil, jam kerja yang wajar, dan kondisi kerja yang aman.