Mohon tunggu...
Syahiduz Zaman
Syahiduz Zaman Mohon Tunggu... Dosen - UIN Maulana Malik Ibrahim Malang

Penyuka permainan bahasa, logika dan berpikir lateral, seorang dosen dan peneliti, pemerhati masalah-masalah pendidikan, juga pengamat politik.

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Artikel Utama

Menata Ulang Realitas: Bagaimana Simbol Sosial Membentuk Identitas Kita

28 Juni 2024   06:15 Diperbarui: 28 Juni 2024   14:25 686
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi: Simbol sosial membentuk identitas kita. (Threads.net/@gayan95_ranasinghe)

Menggunakan kerangka kerja yang ditawarkan oleh filsuf Michel Foucault tentang 'kekuasaan dan pengetahuan,' kita dapat mengeksplorasi bagaimana pengetahuan mengenai kekuasaan---atau dalam kasus ini, kekuasaan yang dipersepsikan berdasarkan ukuran---dapat dibalik melalui tindakan simbolis.

Foucault dalam karyanya menunjukkan bahwa hubungan antara kekuasaan dan pengetahuan tidak hanya membentuk subjek dan pengetahuan sosial, tetapi juga memiliki potensi untuk dibalik atau ditantang melalui apa yang disebutnya sebagai 'taktik kontra-diskursif.' 

Dalam gambar karikatur, pembalikan ukuran patung---dengan tikus yang lebih besar dan gajah yang lebih kecil---bisa dianggap sebagai bentuk kontra-diskursif yang menantang narasi dominan tentang ukuran dan kekuasaan. Ini menunjukkan bahwa 'kecil' tidak selalu berarti lemah atau tidak berpengaruh, dan 'besar' tidak selalu menandakan kekuatan atau dominasi.

Selanjutnya, gambar tersebut juga merenungkan gagasan Platon tentang bentuk ideal. Dalam "Teori Bentuk" Plato, realitas yang kita alami adalah bayangan dari bentuk-bentuk ideal yang lebih tinggi dan lebih murni. 

Dalam konteks karikatur ini, patung yang dibuat oleh tikus dan gajah tidak hanya merepresentasikan diri mereka dalam bentuk fisik, tetapi juga sebagai eksplorasi dari bentuk ideal mereka yang diinterpretasikan melalui lensa budaya dan interaksi sosial. Patung besar tikus dan patung kecil gajah, oleh karena itu, berfungsi sebagai kritik terhadap asumsi kita tentang idealitas dan bagaimana norma-norma ini dibentuk dan diperkuat dalam masyarakat.

Di sisi lain, konsep Jean-Paul Sartre tentang 'eksistensialisme' juga relevan di sini, di mana ia menyatakan bahwa 'eksistensi mendahului esensi,' menegaskan bahwa individu menciptakan makna dan nilai mereka melalui tindakan mereka. 

Dalam karikatur, baik tikus maupun gajah aktif menciptakan representasi diri mereka yang baru dan berbeda, yang secara filosofis menunjukkan kebebasan mereka untuk mendefinisikan dan menegaskan identitas mereka jauh dari norma atau harapan yang sudah ada.

Oleh karena itu, dari sudut pandang filosofis, karikatur ini tidak hanya menarik untuk dianalisis karena penggunaan simbolisme dan metafora yang beragam, tetapi juga karena cara-cara kreatif di mana ia mengajak kita untuk mempertanyakan dan mungkin membalikkan pemahaman konvensional tentang kekuatan, ukuran, dan identitas. Ini menantang kita untuk melihat di luar permukaan dan menggali lebih dalam ke dalam nilai dan pengertian yang kita konstruksi tentang diri kita sendiri dan orang lain dalam masyarakat kita.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun